Berharap Pada Calon Independen Pilkada Lombok Tengah
Betapapun demokrasi telah berjalan jauh, dinamika politik yang terjadi di Lombok Tengah telah mempertontonkan secara telanjang, betapa sesungguhnya rakyat tak punya kuasa untuk menentukan calon pemimpinnya sendiri. Rakyat seakan telah dipaksa memilih pemimpin hasil racikan para elit.
Editorial Qolama
Politik Transaksional yang secara telanjang kita dipertontonkan sejak awal pencalonan di Pilkada Lombok Tengah dan di Pilkada-pilkada lainnya, telah meruntuhkan impian rakyat untuk mendapatkan pemimpin organik yang lepas dari politik uang. Nama-nama baru yang muncul sebagai bukti serius, demokrasi Pilkada kita sedang bermasalah. Mereka jauh dari harapan publik, tak pernah kita dengar prestasinya, tak kita tau visi-misinya.
Realitas politik transaksional ini rasanya menambah panjang penantian rakyat untuk mendapatkan pemimpin yang benar-benar memikirkan mereka. Kepala-kepala daerah yang dihasilkan dari cara politik seperti ini hanya akan menyisakan perih yang memalukan.
Dominasi partai politik dalam menentukan calon pemimpin memang tidak bisa dinafikan. Sebab, sistem politik kepartaian kita, bahwa pencalonan Bupati dan Wakil Bupati mensyaratkan adanya dukungan partai politik atau gabungan partai politik.
Sebenarnya Negara telah menyediakan opsi lain, calon independen dengan dikabulkannya gugatan terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi menjadi UU Nomor 12 Tahun 2008 oleh Mahkamah Konstitusi.
Ironisnya, mekanisme ini masih terlampau sulit bagi tokoh-tokoh yang jaringannya tak seluas parpol karena seorang tokoh disyaratkan harus bisa mengumpulkan dukungan Kartu Tanda Penduduk (KTP) minimal 6,5%-10% dari total daftar pemilih tetap (DPT).
Baca Editorial Qolama Lainnya :
Berebut Kursi Partai Untuk Pilkada Lombok Tengah 2020
Menyoal Pilkada dan Netralitas ASN
Bandara dan Representasi Masyarakat Sasak
NW, NU dan Yatofa Jelang Kontestasi Pilkada Loteng
Kita patut berbangga di Lombok Tengah sendiri akhirnya Pasangan Drs. H.L Saswadi, MM – Ir. H. Dahrun, MM mampu memenuhi persyaratan Komisi Pemilihan Umum (KPUD). Dari total DPT Lombok Tengah yakni 739.027, Saswadi-Dahrum berhasil mengumpulkan KTP sebanyak 57.037 KTP dan dinyatakan lolos mengikuti Pilkada Serentak Lombok Tengah tahun 2020.
Akan tetapi, bila berkaca pada fakta hasil pilkada selama ini, tingkat kemenangan kandidat nonparpol cenderung rendah. Pada Pilkada 2015, misalnya, dari 135 pasangan, hanya 13 yang terpilih. Lalu di Pilkada 2017, dari 68 pasangan, hanya 3 yang melenggang ke kursi kepala daerah. Ini tentu menjadi PR berat Saswadi-Dahrum untuk membuktikan bahwa keduanya mampu mengikuti jejak Ali Bin Dahlan tahun 2017 di Lombok Timur.
Persoalan lainnya, misal kita berandai-andai, Saswadi-Dahrum menang di Pilkada Lombok Tengah, lalu apakah serta-merta beliau berdua lepas dari hegemoni parpol. Tidak!. Inilah masalah calon Independen berikutnya.
Mekanisme politik yang berlaku, kebijakan dan rencana pembangunan daerah tidak hanya ditentukan kepala daerah sendiri, tetapi ditentukan bersama DPRD yang tidak lain adalah kepanjangan tangan dari parpol. Faktanya, kepala daerah dari jalur independen ini acapkali harus tersandera partai politik karena gagal ‘berkompromi’ dengan Parlemen di DPRD.
Ini artinya, tetaplah Partai Politik yang maha kuasa. Betul bahwa calon kepala daerah itu independen, tetapi independensi-nya acapkali hanya sampai pada pencalonan, setelah itu mereka akan tersandera partai politik. Terlepas dari itu semua, Let’s Go On. kita berharap pasangan independen ini mampu berkontestasi dengan baik. Sekali lagi selamat untuk HL. Saswadi dan Ir. Dahrun.[]