Dalam banyak kesempatan, saya sering mendampingi (ngiring) Datok Bagu menghadiri suatu undangan yang datang dari masyarakat, ormas, parpol dan pejabat pemerintahan. Menghadiri suatu undangan manik Datok Bagu suatu keniscayaan walaupun hadir sekedar untuk berdoa dalam beberapa saat saja, lalu pamit.
Dr. H. Muhammad Ahyar, M. Si*
Ada satu prinsip yang dipegang Datok Bagu (TGH. L.M. Turmudzi Badaruddin) sebagai Mursyid “Melayani ummat yang utama dan ber-NU jalan dakwah utama”. Prinsip itu sering disampaikannnya dari bibirnya yang terus basah karena zikir yang tiada berbatas. Prinsip itu tidak sekedar ucapan tetapi dibumikan dalam keseharian dengan istiqomah.
Datok Bagu dalam melayani ummat tidak memilah dan memilih. Siapa saja yang datang padanya akan dilayani dengan baik, mulai dari masyarakat awam, cerdik pandai, pejabat pemerintahan, TNI, Polri, alim ulama, tokoh ormas, dan bahkan tokoh lintas agama. Semua orang yang datang pasti akan diterima, baik dalam keadaan sehat maupun kurang sehat.
Dalam banyak kesempatan, saya sering mendampingi (ngiring) Datok Bagu menghadiri suatu undangan yang datang dari masyarakat, ormas, parpol dan pejabat pemerintahan. Menghadiri suatu undangan manik Datok Bagu suatu keniscayaan walaupun hadir sekedar untuk berdoa dalam beberapa saat saja, lalu pamit.
Hal itu biasa dilakukan Datok Bagu sebab undangan lain sudah siap untuk dihadiri. Hadirnya Datok Bagu dalam suatu undangan didambakan oleh setiap atau jamaah yang mengundang. Jika suatu undangan terpaksa tidak bisa dihadiri karena suatu kondisi udzur, maka saat itu juga, Datok Bagu akan menyampaikan kepada pembawa undangan akan ketidak hadirannya. Misalnya saat ada undangan shalat janazah dan terpaksa tidak bisa hadir maka kepada pembawa undangan disampaikan bahwa “Mamiq tidak bisa hadir karena … “. Lalu Datok bemaniq ” Sampaikan kepada keluarga dan jamaah bahwa Mamiq akan shalat gaib”. Tidak bisa hadir tapi tetap shalat gaib.
Suatu pagi, saya sowan ke Datok Bagu. Saat itu kebetulan lagi duduk berdua bersama Ummi Halimah. Saya melihat Ummi Halimah sedang membuka buku/kitab materi pengajian yang akan disampaikan pada pengajian Muslimat Senin pagi. Belum juga salam saya ucapkan Datok Bagu sudah menyapa dengan “alhamdulillah ananda sudah datang, duduk dekat mamiq. Lalu Datok selalu menanyakan dua hal, yaitu apa kabar dan bagaimana kabar mamik (maksudnya) bapak saya H. Fadly.
Oh ya, tadi ada undangan shalat janazah tapi mamiq tidak bisa hadir karena undzur. Silaq kita shalat gaib untuk almarhumah (kebetulan) yang meninggal dunia seorang perempuan. Gih, ngiring jawab saya. Ternyata itu kebiasaan Datok Bagu mensikapi suatu undangan yang tidak bisa dihadirinya. Sungguh, saya selaku muridnya sangat kagum dan takjub atas taklim yang diajarkannya kepada saya.
Datok Bagu selalu berusaha menghadiri undangan dari siapapun dan ormas. Pernah Datok di undang oleh ormas HTI dan hadir di Istora Senayan Jakarta. Pada acara itu, Datok Bagu didaulat membaca doa yang dihadiri oleh puluhan ribu simapatisan HTI. Memang banyak orang yang bertanya (termasuk) kepada saya. Kenapa Datok mau hadir pada acara HTI di Senayan Jakarta? jawab saya, prinsip Datok, memang selalu berusaha menghadiri undangan jamaah dengan wasangka baik.
Saat itu, kalau tidak salah, Gus Dur masih menjadi presiden. Datok Bagu sempat menyampaikan kepada Gus Dur bahwa Ia (Datok Bagu) mendapat undangan dari HTI untuk menyampaikan doa kebangsaan. Silahkan Hadir Tuan Guru, kata Gus Dur. Ummat membutuhkan Tuan Guru. Atas restu Gus Dur akhirnya Datok Bagu menghadiri undangan HTI di Istora Senayan Jakarta.
Panitia sudah tahu betul siapa Datok Bagu. Beliau Mustasyar PBNU dan sahabat Gus Dur, juga sebaliknya Datok Bagu tahu ormas HTI. Hadirnya menyampaikan doa pada acara HTI sebagai jalan dakwah untuk merajut persatuan bangsa yang mulai terkoyak. NU bagi Datok Bagu merupakan jalan dakwah keummatan dan kebangsaan untuk merawat bangsa dan negara mewujudkan cita masyarakat adil dan sejahtera “Rabbun Gafur”.
Ya, melayani ummat suatu keniscayaan bagi Datok Bagu. Jati diri sebagai tokoh NU tidak menghalangi untuk menyapa dan bersilaturrahiem dengan semua ummat yang ada di Indonesia. Pluralitas masyarakat dan ummat serta kepercayaan adalah realitas yang sudah given di Indonesia. Merajut dan memelihara pluralitas dalam bingkai “Bhineka Tunggal Ika” amanah para pendiri bangsa yang di dalamnya ada para Ulama.
Wallahul musta’an ila Darissalam
Tanak Beak, 06092021
*Rektor Institut Agama Islam Qomarul Huda Bagu