Secara geneologis Madrasah salafi ataupun NW di Lombok, tidak bisa dilepaskan dari jaringan keilmuan di Timur tengah yang telah terbentuk sejak abad ke 18 , namun pendirian pesantren-Madrasah di Lombok dilakukan oleh tuan guru pada abad 20. Jejaring keilmuan tersebut, secara materi telah membentuk serta mempengaruhi model kurikulum pendidikan islam di Lombok, untuk memenuhi ekspektasi “sang tuan” dan organisasi penyelenggara. meminjam istilah Prof Adi Fadli, bahwa tardisi besar akan mempengaruhi tradisi kecil pada setiap ruang ekspresi keagaman dan pendidikan.
DR. Muharrir, M. Ag
Pada tahun 1970-an Saudi Arabia lewat Yayasan Rabithath al-‘Alam al-Islami menyediakan dana besar untuk membantu mahasiswa Indonesia yang akan belajar ke Negara Saudi Arabia, dana ini di salurkan lewat agennya di Indonesia yang bernama Dewan Dakwah Islmiah Indonesia (DDII) yang didirikan oleh tokoh Masyumi pada tahun 1967, kemudian para alumni Saudi Arabia menjadi aparatus transformasi idiologi keagaman Salafi ke Indonesia. Dengan dukungan dana yang sangat besar dari Saudi Arabia DDII dan Muhammad Natsir menjadi penggagas untuk mendirikan lembaga Ilmu pengatahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta yang merupakan cabang dari Universitas Islam Muhammad Ibnu Sa’ud di Riyadh. Samapai saat ini LIPIA merupakan pusat reprodukasi generasi Salafi, para alumni LIPIA memainkan peran penting dalam menggerakan dakwah Salafi di Indonesia, termasuk Lombok.
Menurut Nur Kholik Ridwan, transformasi awal pemikiran dan penyebaran Islam Salafi di Indonesia mulai sejak munculnya gerakan Padri di Manangkabau di Sumatra Barat, kemudian Muhammadiyah di Jogjakarta yang dirikan oleh KH.Ahmad Dahlan, dan Persis di Bandung H. Zam-Zam dan H. Muhammad Yunus. Ketiga organisasi ini dalam menjalankan fungsi dakwahnya mengambil jalur purifikasi, kentalnya pengaruh pemikiran Abul Wahab, Abduh dan Rasyid Ridho dalam ketiga organisasi ini, dapat dilacak dari pola pemahaman keagamaan, dan model pembaharuan yang ber-orientasi pada pembersihan ajaran Islam dari unsur-unsur bid’ah, khurafat dan tahayul dengan slogan kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Sebelum kedatangan paham Salafi, masyarakat Lombok Timur termasuk Bagik Nyaka bermazhab Ahlussunah Waljama’ah, dengan berafiliasi dengan organisasi NW dan NU. TGH. Abdul Manan (alm) merupakan tokoh kharismatik NU dan memiliki Jamaah yang cukup banyak, TGH. Abdul Manan mendirikan Yayasan Jamaludin di Bagik Nyaka, dengan menaungi beberapa lembaga pendidikan Madrasah, mulai dari Tingkat dasar (MI) sampai Tingkat atas (Aliyah), keberadaan Madrasahtersebut tidak hanya berada di Bagik Nyaka, akan tetapi tersebar di beberapa tempat, seperti Kembang Kerang Lauq, Aikmel, dan Gapuk.
Dalam konteks Lombok, kemunculan awal Salafi dapat dilacak rekam jejaknya di Bagik Nyaka Kec. Aikmel Lombok Timur. Dakwah Salafi di pulau Lombok, di mulai dari Desa Bagik Nyaka Lombok Timur sekitar tahun 1990-an, yang dilakukan oleh TGH. Husni Abdul Manan. Sepulang dari Makkah, TGH. Husni Abdul Manan diminta oleh orang tuanya TGH. Abdul Manan untuk memimpin Madrasahdi bawah Yayasan Jamaludin Bagek Nyaka , lewat Pondok Pesantren yang telah didirikan oleh Ayahnya, TGH. Husni Abdul Manan mulai menyebarkan idiologi keagaman Salafi secara massif kepada jama’ahnya pengajian yang pernah di bina oleh orang tuanya, yang berada disekitar Lombok Timur.
Ketika orang tuanya masih hidup, dakwah Salafi yang dimotori oleh TGH. Husni, tidak dilakukan secara terbuka, hal ini disebabkan karena pola pemahaman keagamaannya yang bercorak purikatif, dan berbeda dengan keyakinan orangtuanya berpegang teguh pada tradisi keagamaan NU.
Penyebaran dakwah Salafi dilakukan dengan mendirikan masjid , lembaga pendidikan , dan menggunakan kurikulum transnasional yang di imfor dari Saudi Arabia. Dengan topamgam financial dari Saudi dan Kuwait, pembangunan infrastruktur pendukung penyebaran Salafi, seperti Madrasahdan Sekolah semakin gencar dilakukan. Dukungan financial untuk mendukung program globalisasi Salafi terus digelontorkan. Sejak 30 tahun yang silam Saudi telah menggelontorkan dana lebih dari USD 90 milyar, yang disalurkan melalu lebaga Rabithah al-‘alam al-Islami, dan International Islamic Relief Organization (IIRO) ke seluruh dunia untuk kegiatan globalisasi Salafi. Di Indonesia, Rabithah al-‘alam al-Islami, dan International Islamic Relief Organization (IIRO) mendistribusikan bantuannya lewat Dewan dakwah Islamiah Indonesai (DDII), dan LIPIA kemudian disalurkan lagi ke lembaga pendidikan, yayasan atau perorangan untuk mendukung kegiatan penyebaran Salafi.
Dalam lintasan sejarah islamisasi di Lombok tidak ditemukan data atau fakta sejarah, yang menunjukkan adanya pendirian lembaga pendidikan Islam lokal sebagai instrumen penopang Islamisasi pada waktu itu. Dalam konteks Lombok, berdasarkan studi-studi ekstensif yang dilakukan para peneliti, pembelajaran Islam dengan corak tasawuf yang dilaksanakan di emperan rumah mursyid,geleng/Brugak menjadi pusat pembelajaran (ngaji dada) tempo dulu, dan itu sebetulnya menjadi preferensi sosial utama etnis Sasak. Oleh sebab itu beberapa peneliti menyatakan bahwa “menjadi Sasak berarti menjadi muslim”.
Pada perkembangan selanjutnya, jejak-jejak pendidikan islam di Lombok ditemukan setelah terbentuknya jaringan Intlektual antara Harmain-Lombok. Pergumulan intlektual ulama Lombok seperti Tuan guru Umar kelayu, kemudiam pada masa selanjutnya,TGH Zainudin Abdul Majid, selama menempuh pendidikan di Madrasah As-saulatiyah Makkah, dia membangun relasi keilmuan secara lebih luas semabari mematangkan diri sebagai bekal untuk melakukan perjuangan dikampung halamnnya. Untuk membangun bangsa Sasak yang masih terbelakang secara agama dan Ilmu pengetahuan pada masa itu.
Lahirnya Pesantren Mujahididn Lembaga pendidikan Islam NWDI dan NBDI di Lombok, akan dapat memandu kita untuk melacak keberadaan lembaga pendidikan Islam NW selanjutnya, baik dalam bentuk Madrasah ataupun sekolah umum. Alumni awal MadrasahNBDI yang kembali ke kampung halamannya, mendirikan pesantren Madrasah dan sekolah sebagai wadah pembelajaran pengetahuan dan agama, sembari mereproduksi generasi NW. Persebaran alumni Madrasah NBDI telah membentuk jaringan keilmuan, sebagai basis komunikasi dan konsultasi untuk penyebaran NW dengan idiologi keagamaan ahlussunah wal jama’ah ke seluruh penjuru bumi Sasak.
Secara idiologi keagamaan, gerakan Salafi dan ormas NW, keduanya merupakan gerakan transnasional, Salafi dengan gerakan tajdid yang lembari semangat Puritanisme, dengan bersandar pada model pemahaman idiologi keagaman Abdul Wahab. sementara NW dengan Sunni, menyandarkan diri pada Abu Abdullah asy-Syafii, Abu Hasan al-Asy’ari, Abu Mansyur al Maturidi. Kesemua orang ini, secara geografis lahir negera timur tengah. Persebaran transformasi gagasan keagamaannya dari Timur tengah-Lombok, tentu dibawa oleh TGKH Zainudin Abdul Majid, yang kemudian dijadikan pijakan dalam perjuangan ormas NW, yang disemaikan lewat lembaga pendidikan yang didirikan.
Azyumardi Azra menuliskan bahwah Makkah dan Madinah, menduduki posisi istimewa dalam tradisi keberagamaan Islam. Makkah & Madinah (Harmain) merupakan tempat Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Makkah merupakan qiblat, ummat Islam, dan Pusat kegiatan Ibadah haji. Makkah memiliki peran sentral sebagai episentrum ibadah dan ilmu pengetahuan kaum muslim. Di sini, berkumpul para intelektual Muslim-ulama, sufi, filosof, penyair, pengusaha dan sejarawan bertemu dan saling bertukar gagasan dan informasi.
Sehingga Haramain dijadikan semacam world class university yang membangun identitas diri pada dua hal mendasar; pertama, sebagai pusat pembangunan citra (brand image) bagi dunia, dan kedua berfungsi sebagai bentuk internalisasi unversalitas ajaran Islam; dunia akhirat. Dengan perannya sebagai world class university haramain telah menjadi medan magnet bagi para pecinta ilmu pengetahuan dari pelbagai belahan dunia termasuk wilayah Sasak Lombok .
Sebagai gerakan transnasional, idiologi keagamaan yang di impor dari Timur Tengah kemudian diimplementasikan dalam koteks Lokal Lombok, kondisi ini telah melahirkan keragamaan idiologi keagamaan, sehingga berimplikasi terhadap lahirnya ragam tafsir keagamaan baik dikalangan Salafi ataupun NW.
Keragaman ini tidak berhenti pada tataraan pemikiran keagamaan, akan tetapi telah merambah pada lembaga pendidikan. Persebaran idiologi impor yang disemaikan pada lembaga pendidikan, sehingga madrasah, tidak hanya sebagai institusi pembelajaran ilmu pengetahuan, akibat dari penetrasi idiologi tertentu, telah menempatkan Madrasah sebagai intrumen reproduksi aparatus dan diseminasi ideologi, baik di Madrasah dan sekolah salafi ataupun pada Madrasah NW untuk meneguhkan eksistensinya di Bumis Sasak.
Secara geneologis Madrasah salafi ataupun NW di Lombok, tidak bisa dilepaskan dari jaringan keilmuan di Timur tengah yang telah terbentuk sejak abad ke 18 , namun pendirian pesantren-Madrasah di Lombok dilakukan oleh tuan guru pada abad 20. Jejaring keilmuan tersebut, secara materi telah membentuk serta mempengaruhi model kurikulum pendidikan islam di Lombok, untuk memenuhi ekspektasi “sang tuan” dan organisasi penyelenggara. meminjam istilah Prof Adi Fadli, bahwa tardisi besar akan mempengaruhi tradisi kecil pada setiap ruang ekspresi keagaman dan pendidikan. [Bersambung]
Tulisan Sebelumnya :
Konstestasi Pendidikan Islam di Lombok: Nahdlatul Wathan vis a vis Salafi Wahabi (Part 1)