AgamaHeadlineLombok TengahMataramSejarah IslamTokoh

Guru Bangkol: Sebuah Kearifan Masa Lalu

Ketika Puri Mataram telah dihancurkan Belanda dan pasukan Belanda menggempur Puri Cakranegara, Raja ‘menitipkan’ Datu Pangeran ke Guru Bangkol. Apakah ada orang yang akan ‘menitipkan’ cucu kesayangannya ke seorang musuh?

Pada tanggal 8 Agustus 1891, Guru Bangkol bergerak menuju medan pertempuran di Pakukeling tak jauh dari Kediri. Di sini, pasukan Guru Bangkol berhadapan dengan pasukan AA Made Karangasem. Pada perempuran tersebut, pasukan Guru Bangkol dapat didesak mundur hingga Praya. Di sinilah Guru Bangkol bertahan dan menciptakan kisah legendarisnya dengan melakukan perlawanan heroik. Perang Praya ini menjadi cikal-bakal dari munculnya Perang Lombok 3 tahun kemudian dengan kehadiran Pasukan Belanda.

Kisah tentang Guru Bangkol alias Lalu Semail/Ismail sebagai tokoh Perang Praya banyak bertebaran di buku-buku yang merujuk pada Babad Praya. Namun sisi lain dari Guru Bangkol ini tidak banyak diulas. Sebenarnya, dengan adanya ikatan/perjanjian/sumpah Apati Getih antara Praya dan Lombok-Karangasem, hubungan orang-orang Praya dengan Kerajaan ‘sangat dekat’, termasuk hubungan Raja dengan Guru Bangkol. Cucu Raja, AA Ngurah Sumantri memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Imam Sumantri atau Datu Pangeran, mungkin tidak lepas dari peran Guru Bangkol. Selain mendatangkan ulama dari Kelayu untuk mengajarkan agama Islam di Puri, Datu Pangeran juga banyak belajar agama dari Guru Bangkol. Datu Pangeran adalah murid kesayangan Guru Bangkol. Hubungan mereka sangat dekat. Harap diingat, Lalu Semail dipanggil Guru Bangkol karena tidak memiliki anak (bangkol). Jadi dapat dimaklumi jika Guru Bangkol menyayangi Datu Pangeran.

Mungkin banyak pihak yang kaget dan merasa heran atau menyangkal ‘kedekatan’ hubungan Raja dengan Guru Bangkol. Tidak mengapa, ruang diskusi terbuka lebar, selama didukung referensi yang jelas. Namun harap diingat, ini sebuah fakta. Ketika Puri Mataram telah dihancurkan Belanda dan pasukan Belanda menggempur Puri Cakranegara, Raja ‘menitipkan’ Datu Pangeran ke Guru Bangkol. Apakah ada orang yang akan ‘menitipkan’ cucu kesayangannya ke seorang musuh? Silahkan para pembaca mengintepretasikan sendiri, dan mencoba menganalisa apa tujuan Raja ‘menitipkan’ ke Guru Bangkol.

Jelas tujuannya agar Datu Pangeran tetap hidup, namun apa tujuan yang lebih jauh? Ruang ini cukup terbuka dan kami persilahkan para pembaca untuk menganalisanya tentu dengan referensi yang jelas.
Bahkan ketika Puri Cakranegara telah dihancur-leburkan, dan Datu Pangeran aman bersama Guru Bangkol di Praya, I Gusti Djelantik (Raja Karangasem yang merupakan keponakan Raja Lombok-Karangasem) menulis surat ke Guru Bangkol terkait dengan Datu Pangeran. Sayangnya kapal yang membawa utusan pengantar surat itu ditangkap Belanda dan surat itupun disita Belanda.

Ketika Raja telah diasingkan ke Batavia, Belanda mengadakan rapat di Ampenan untuk pembentukan pemerintahan baru di Lombok. Guru Bangkol hadir bersama Datu Pangeran. Silahkan pembaca intepretasikan sendiri mengapa Guru Bangkol mengajak Datu Pangeran hadir dalam rapat pembentukan pemerintahan yang baru. Apakah Guru Bangkol hendak mengusulkan Datu Pangeran sebagai pemerintah yang baru karena dapat diterima oleh kedua belah pihak? Silahkan pembaca mencari data pendukungnya dan memberi intepretasi berdasarkan referensi tersebut. Sejarah memang tidak pernah final. Selalu terbuka kemungkinan dan intepretasi lain, sepanjang didukung oleh data-data yang valid.

Namun sayangnya, Belanda memandang lain. Bagi Belanda, Datu Pangeran adalah salah satu orang yang juga sangat dicari pemerintah Belanda karena dianggap sebagai tokoh yang ikut bertanggungjawab terhadap penyerangan yang meluluh-lantakan pasukan Belanda di Cakranegara pada pertempuran pertama yang menewaskan Jenderal Van Ham. Dan memang demikian adanya.

Ketika Belanda pada akhirnya ‘merebut’ Datu Pangeran dari tangan Guru Bangkol untuk diasingkan ke Buitenzorg, Guru Bangkol protes dan berusaha sekuat tenaga mempertahankan Datu Pangeran. Namun apalah daya. Datu Pangeran tetap diasingkan ke Buitenzorg. Tapi setidaknya beliau sudah berusaha untuk mempertahankan cucu kesayangan dari ‘musuh’nya, agar tetap dapat tumbuh di Lombok bersamanya, tidak diasingkan ke negeri pengasingan. Setidaknya, itu sebuah kearifan terhadap ‘musuh’nya.

Orang-orang di masa lalu memang bisa membedakan pertemanan dan urusan prinsip. Jadi, walaupun mereka dekat, namun ketika menegakkan prinsip mereka bisa berseberangan di panggung politik, namun juga saling menghormati. Kita tidak perlu heran banyak contoh dari sejarah masa lalu. Bung Karno juga bersahabat baik dengan musuh-musuh politiknya dan mereka tetap saling menghormati. Kita saja di era ini yang tidak pernah mau belajar dari kearifan masa lalu. Kita selalu ingin menarik garis demarkasi antara kita dan mereka. Seakan tidak ada ruang rekonsiliasi yang mempertautkan kita semua. Sebenarnya banyak, namun kita cenderung ingin menghapuskannya. Kita memang perlu belajar dari kearifan masa lalu.[]

SUMBER : Lombok Heritage Society

Adsvertise
Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Cek juga
Close
Back to top button