Inspektorat Endus Kejanggalan Pengadaan Ambulan Desa di Loteng
PRAYA, QOLAMA.COM | Pengadan kendaraan Ambulance Desa oleh sejumlah Kepala Desa di Lombok Tengah mulai di sorot Inspektorat Kabupaten Lombok Tengah. Inspektorat mengendus, ada ketidaksesuain prinsip dasar penggunaan anggaran, baik yang dianggarkan melalui Dana Desa (DD) ataupun yang dianggarkan melalui Alokasi Dana Desa (ADD).
“Tidak rasional, apa lagi menggunakan anggaran Dana Desa untuk Ambulan sementara ada bidang lain dari kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi” Jelas Kepala Inspektorat Kabupaten, Lalu Aswatara SH, pada Qolama.com, Senin (14/10) di Praya.
Baca Berita Terkait :
Pemdes Bunkate, Akan Manjakan Warga Dengan Ambulan Gratis
Pengadaan kendaraan tersebut meski tidak menyalahi aturan lanjut Aswatara, kejanggalannya dapat dilihat dari jumlah dana yang dialokasikan, baik dana untuk pengadaan maupun dana untuk operasionalnya.
“Untuk operasional saja, ada desa yang menganggarkan sampai 250 juta, tentu ini sangat tak rasional” Endusnya.
Aswatara tidak menampik ada sejumlah desa yang lokasinya sangat jauh dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), tetapi pemerintah desa tersebut sepertinya abai melihat prioritas lain yang justru lebih penting di desa mereka.
Ia mengingatkan, diantara prinsip Penggunaan DD dan ADD tersebut, pemerintah desa harus memperhatikan skala priooritas dengan mendahulukan kepentingan dan kebutuhan desa yang mendesak serta berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa.
“Nah pertanyaannya sekarang, apakah Ambulan itu Prioritas atau tidak? jika priritas ya silakan, tapi kalo masih ada warga miskin, misal tidak punya rumah, irigasinya tdan lain-lain, maka itu harus dikaji ulang” Jelasnya.
FITRA NTB Tekankan Penganggaran Partisipatif
Direktur Fitra NTB Ramli Ernanda ikut mengomentari soal pengadaan Ambulance Desa ini. Menurutnya, dibeberapa desa memang ada yang kondisinya sangat membutuhkan Mobil Ambulance terutama untuk tujuan emergensi seperti kasus kehamilan risiko tinggi.
“Untuk desa-desa yang jauh dari Puskesmas atau Pustu, kadang ada kasus seorang ibu hamil butuh pertolongan cepat dan mengancam keselamatan dirinya dan bayinya, ya ini tentu beralasan” Kata Ramli
Hanya saja imbuhnya, desa juga perlu memikirkan biaya operaional mobil Ambulance yang rata-rata sangat besar bahkan melebihi anggaran untuk pengadaan mobil itu sendiri.
“Saya pikir yang perlu jadi perhatian adalah soal beban biaya perawatan dan operasional kendaraan tersebut. Soal kewajaran anggaran operasional, tergantung target kinerjanya, masalahnya di desa, perencanaan anggaran berbasis kinerja atau data belum diterapkan”. Kata Ramli.
Menurut pengalaman FITRA, soal Anggaran operasional ini di beberapa desa tidak berani ambil risiko karena biayanya cukup besar dan konsekuweninya akan ada program prioritas lain yang tidak akan bisa terbiayai.
Sehingga, ia setuju dengan Inspektorat Lombok Tengah yang menekankan prioritas yang orientasinya pencegahan seperti sanitasi, PHBS, pemeriksaan rutin Ibu Hamil, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bergizi atau pembuatan Apotik hidup.
“Jangan sampai pengadaan Ambulance desa didasarkan atas keinginan beberapa orang saja. Di sini pentingnya perencanaan partisipatif, kami terus dorong itu” Pungkasnya. (Redaksi)