HeadlineIqro'KolomLingkunganLuar Daerah

Jangan Paksa Komodo Masuk Jurasic Park

Bangsa-bangsa lain menjaga betul warisan dunia, meskipun hanya setumpuk benda mati, kepingan logam zaman Byzantium, bukit-bukit terjal bahkan gedung-gedung klasik sisa perang. Bagaimana dengan Indonesia?

Dr. M. Sya’roni Rofi’i *

Beberapa hari ini sedang viral gambar epic seekor Komodo menghadang truck pengembang. Teman-teman di NTT juga menggambarkan kondisi Komodo yang sedang berjuang menghadapi pembangunan ekosistem baru produk manusia. Komodo diminta menyesuaikan dengan lingkungan baru yang lebih futuristik hasil rekayasa manusia. Pertanyaan retorisnya, jika Komodo ditanya apakah lebih nyaman dengan tempat tinggal seperti sebelumnya atau rumah baru mirip Jurassic Park? Pemerintah belum pernah mengajukan pertanyaan itu kepada Komodo.

Komodo-ntt
Foto Komodo menghadang truk di salah satu kawasan hutan di NTT yang sempat viral. / Foto.Facebook

Sebagai situs warisan dunia yang diakui UNESCO. Taman Komodo memiliki credential sebagai mahluk istimewa di muka bumi. Mahluk ini adalah titipan Tuhan untuk bangsa Indonesia. Di bagian dunia lain, bangsa-bangsa menjaga betul warisan dunia, meskipun hanya setumpuk benda mati, kepingan logam zaman Byzantium, bukit-bukit terjal, gedung-gedung klasik sisa perang. Sementara di Indonesia warisan dunia yang tersisa berupa mahluk hidup yang bebas untuk dilihat dan ditonton.

Komodo menurut serdadu Belanda saat menjajah Indonesia adalah sebangsa naga “dragon”. Bagi orang Eropa sesuatu yang jarang terlihat dan bentuknya agak besar adalah naga. Jika menonton serial Game of Throne yang berlatar belakang Inggris, naga digambarkan sebagai seekor hewan berkaki empat, memiliki sayap, ukurannya agak besar dan bisa terbang. Deskripsi yang sama juga tampak dalam film animasi “how to teach your dragon” berlatar belakang bangsa Viking sekitar Nowegia dan sekitarnya. Pada dua cerita tersebut deskripsi tentang naga agak mirip. Sementara imajinasi orang Asia beda lagi. Menonton film-film China, naga digambarkan sebagai hewan mirip ular besar berkepala naga tanpa sayap. Saya cek di kamus mirriam webster dragon didekripsikan sebagai mahluk “bersayap”. Definisi kamus ini pasti terpengaruh imajinasi Eropa.

Jadi berbahagialah bangsa Indonesia masih memiliki naga yang masih hidup dan diakui dunia. Di saat bangsa lain seperti Eropa hanya bisa menerka-nerka tentang naga, karena sejatinya naga adalah mitos. Boleh jadi naga yang digambarkan dalam film salah semua.

Untuk merawat ingatan. Bangsa Eropa membuat monumen naga di ruang publik, seperti di Munich, Jerman. Seperti terlihat di gambar. Sebagai bentuk penghormatan sekaligus menegaskan bahwa wilayah mereka pernah diberkahi oleh naga.

Untuk taman Komodo, sebaiknya pemerintah dan pengembang menyusun ulang desain pembangunan yang sudah dibuat. Kita setuju pemerintah melakukan pemugaran tanpa harus masuk ke ruang privat Komodo. Kita mendukung pemerintah membangun infrastruktur bandara, jalan, dan perhotelan tanpa mengubah ekosistem ciptaan Tuhan untuk Komodo. Keunggulan Komodo ada pada otentisitasnya. Turis datang jauh-jauh ke NTT untuk melihat sesuatu yang natural bukan dibuat-buat.

Paradigma pembangunan kontemporer mengendaki pengarusutamaan nilai-nilai Sustainable Development Goals (SDGS) dalam agenda pembangunan. Dengan motto “leave no one behind“. Tak seorangpun diabaikan. Termasuk tidak mengabaikan hak-hak Komodo. []

*Putra Lombok yang saat ini menjadi Dosen dan Pengamat Hubungan Internasional di UI Jakarta

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cek juga
Close
Back to top button