Kiai Azaim; Polemik Film The Santri, Utamakan Akhlak
SITUBONDO, QOLAMA.COM | Perbincangan medsos soal film “The Santri” mendapat komentar khusus dari pengasuh pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kiai Ahmad Azaim Ibrahimy.
Cucu KH. As’ad Syamsul Arifin tersebut memberikan tanggapan dan beberapa sarannya saat pengajian kitab al-Hikam bersama santri Ma’had Aly Situbondo.
“Pertama, bahwa kita tak bisa mengomentari terlalu jauh soal polemik dalam film tersebut, karena yang muncul di media hanya trailernya saja. Belum film secara utuh,” ujar beliau kepada para santri.
Lantas bagaimana dengan ketidaksetujuan beberapa pihak setelah melihat beberapa adegan, semisal adegan santri putra-putri naik dokar bersama, adegan campur baur santri putra-putri dan lain sebagainya?
“Silahkan masuk dalam perdebatan dan diskusi, tapi tetap menggunakan akhlak dan budi pekerti. Ilmu dilawan dengan ilmu, analisis dilawan dengan analisis. Kalau mau mengkritik harus punya hujjah, argumen”, tambah beliau menjelaskan.
Sebenanrya, dalam catatan beliau, untuk duduk perkara dalam polemik ini adalah soal logika. Dari judul, film ini menggunakan “The Santri” yang masuk kategori lafadz universal/kulli, dimana mencakup seluruh santri. Sementara ada beberapa adegan yang kurang sesuai dengan tradisi pesantren misalnya, pacaran, adegan santri putra-putri naik delman bersama dan lain-lain. Lalu orang-orang menduga bahwa hal tersebut adalah tradisi santri karena dipengaruhi keumuman judul. Bahwa campur baur antara santri putra-putri adalah hal yang lumrah. Lebih-lebih, yang menjadi promotor dan inisiator adalah Nahdlatul Ulama. Catatan tambahan dari beliau adalah bahwa istilah santri adalah istilah yang sakral. Dan menjadi milik banyak orang islam di Indonesia.
Saran Kiai Azaim kepada seluruh pihak adalah agar bisa menahan diri dan saling menjaga perasaan, terlebih di zaman fitnah seperti hari ini. Dari perdebatan-perdebatan yang terjadi apa sudah memberi sumbangsih atau hanya adu urat saraf yang rentan menjadi awal dari sebuah permusuhan.
“Mari tolong saling menjaga perasaan, termasuk menjaga perasaan orang banyak supaya tidak terganggu dengan apa yang kita lakukan. Jangan sampai hal-hal remeh seperti ini menghabiskan tenaga, gara-gara film ini sesama santri saling debat kusir dan marah-marah penuh kecurigaan, eman!. Padahal masih banyak persoalan dan perjuangan yang lebih besar yang membutuhkan perhatian kita”. Ujar beliau menutup pengajian al-Hikam. []
Sumber : Ma’had Aly Situbondo