Ketakutan atas kebenaran tidak perlu jadi alasan, karena keberanian untuk kebenaran adalah kewajiban. Meski keberanian itu sedikit manusia, tapi itu suluh yang tak boleh padam.
Penulis: Hamdan Suhaemi
Mungkin hanya warga NU dari umat Islam lainnya yang cinta kepada golongan Habaib, apapun marga habibnya. Begitu tulus kecintaan itu karena diajarkan, dibimbing oleh ulama-ulama kita, kenapa kemudian cinta habib jadi tradisi yang sulit dihilangkan?.
Akarnya jelas, taat dan cinta pada Rosulullah S.a.w dan ahli baitnya. Sesuai petunjuk al-Quran dan hadits, seperti termaktub dalam surat al-Ahzab ayat 33, dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Thabrani, Imam Abu Ya’la yang sanadnya berasal dari Ummi Salamah.
Dalam riwayat Zaid bin Arqom, seperti yang dijelaskan dalam kitab ” al-Ajwibah al-Gholiyah ” hlm. 192-193, bahwa Rosulullah S.a.w telah mengingatkan tentang ” tsaqolaini ” agar tidak ditinggalkan, yaitu kitab Allah sebagai petunjuk dan cahaya kebenaran, yang kedua adalah ahli bait, siapa ahli bait itu? Rosulullah menegaskan bahwa ahli bait itu orang yang diharamkan menerima sedekah, diantaranya adalah Sayidina Ali bin Abi Thalib, Sayidah Fathimah Az Zahra, Sayidina Hasan dan Sayidina Husein. Tetapi di lain pendapat bahwa ahli bait itu adalah keluarga Sayidina Ali bin Abi Thalib, keluarga Sayidina Aqil, keluarga Sayidina Ja’far dan Keluarga Sayidina Abbas.
Lalu, apakah ahli bait itu kini termasuk dzuriyatnya, seperti Bani Hasani dan Bani Husaini. Ini sudah dijelaskan oleh Syaikh al-Allamah Syamsudin al-Wasithi dalam kitabnya ” Majma’u al-Ahbab “.
الحقنا بذرية نبينا صلى الله عليه وسلم من قبل امنا فاطمة رضي الله عنها
Artinya: Telah dicantumkan di dalam dzuriyatnya Nabi S.a.w itu dari jalur ibu kita Sayidah Fathimah Radliya Allahu Anha.
Penjelasan Syaikh Syamsudin al-Wasithi ini menafsirkan surat al-An’am ayat 84-85.
ومن ذريته داود و سليمان و ايوب و يوسف و موسى و هرون وكذلك نجزى المحسنين، و زكريا و يحيى و عيسى والياس.
Selain itu ada ahli tafsir yang menjelaskan surat Ali-Imron ayat 61 sebagai berikut.
لما نزلت هذه الآية دعا رسول الله صلى الله عليه وسلم عليا و فاطمة و الحسن و الحسين رضي الله عنهم فاحتضن الحسين أخذ بيد الحسن و مشت فاطمة خلفه و علي خلفهما. وقال اللهم هؤلاء اهلي .
Bahwa Rosulullah mengakui Ali, Fathimah, Hasan, Husain. Mereka adalah sebagai ahli baitnya.
Kemudian, Kecintaan kita pada ahli bait berdasarkan hadits Rosulullah S.a.w yang telah diriwayatkan Ibnu Abbas r.a.
وعن ابن عباس أن النبي صلى الله عليه وسلم قال أحبوا الله لما يغذوكم بل من نعمه و احبوني لحب الله و أحبوا أهل بيتي لحبي
Artinya: Cintailah Allah karena apa yang Dia beri penghidupan kepadamu, melainkan karena kasih karunia-Nya, dan cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.
Memanfaatkan Dalil
Kita warga NU sudah terbiasa mahabbah pada dzuriyat Nabi karena berdasarkan dalil, dan dalil itu yang jadi dasar kecintaan kita pada Nabi, ahli bait dan keturunannya. Ini yang kemudian dimaksud memanfaatkan hadits di atas sebagai dasarnya kita cinta itu.
Tetapi, ini justru dimanfaatkan oleh yang merasa menjadi dzuriyatnya Nabi Muhammad S.a.w, bahkan dengan hadits riwayat Ibnu Abbas itulah jadi senjata untuk menipu, membohongi, memeras dan mengancam kita dengan kata-kata kuwalat dan dilaknat jika membenci mereka.
Keadaan ini sudah lama terbenam di alam pikiran kita umat Islam khusus warga NU dan seolah jadi pembenaran atas perbuatannya yang menghisap dan memeras karena berlindung di hadits itu. Sekali lagi perbuatan memeras, menghisap, membohongi, dan melecehkan terhadap saudara saudara kita umat Islam yang dilakukan oleh oknum HABIB maka tidak boleh ragu untuk mengatakan berengsek dan bejad mungkarat, bahkan harus tegas melawannya. Tidak perlu takut pada ancaman kuwalat atau laknat Allah yang diucapkan mereka yang mengaku habib.
Sebab, dzuriyat Nabi adalah saadatu al-asyraf ( orang mulia yang dimuliakan) yaitu manusia yang punya budi pekerti yang bagus, dan juga termasuk asyrafu al-mafakhir ( orang mulia yang diagungkan) karena mereka hidup menjalankan aturan hukum syariat dan batasan-batasan hukumnya, mereka pun mempunyai pemikiran dan kewaspadaan mata hati.
Maka tidak mungkin orang yang mengaku habib justru melanggar apa yang sudah jadi ketentuan bahwa dzuriyat Nabi pasti tidak gegabah melanggar syari’at Islam. Jika merampas, membohong, melecehkan, dan menghina umat datuknya, maka itu artinya telah keluar dari intisab dan irtibath mereka dari Nabi Muhammad S.a.w.
Intinya, menjadi dzuriyatnya Nabi Muhammad S.a.w itu berat, tidak sembarangan karena oleh Nabi dikatakan mereka ahli bait dan dzuriyatnya adalah rahmat dan barokah dari Allah S.w.t. jika subjek yang mendapatkan keberkahan lalu kemudian disalahgunakan itu artinya bukan Rahmat tapi azab, bukan barokah lagi tapi kesengsaraan.
Itu artinya siapa yang kuwalat, kita kah yang mencintai ahli bait dan dzuriyatnya itu dengan tulus ikhlas tanpa benci sedikitpun, ataukah mereka para dzuriyat yang mengaku habib tersebut yang kuwalat? Jawabnya lihat siapa yang melanggar hukum syariat, siapa pula yang menjauhi batasan batasan hukumnya, bukankah yang membohongi, menipu, merampas, melecehkan terhadap saudaranya sesama Islam itu justru yang mendapat azab dan malapetaka alias kuwalat.
Islam, ajaran yang menghormati manusia dan menghargai kemanusiaan manusia. Anjuran merawat alam, memeliharanya dan alam adalah anugerah Allah yang terbesar. Karena itu Islam adalah rahmatan lil alamin. Kita muslim dengan muslim lainnya adalah sama di mata Allah, tidak ada yang lebih mulia kecuali kemuliaan seorang muslim itu didasarkan ilmu dan ketaqwaan. Kepada merekalah kita memuliakan.
Akhir Kalimat
Ketakutan atas kebenaran tidak perlu jadi alasan, karena keberanian untuk kebenaran adalah kewajiban. Meski keberanian itu sedikit manusia, tapi itu suluh yang tak boleh padam.[]