HeadlineLombok TengahPolitik

Lagi-lagi Soal BIL, Ansor Loteng Nilai Zul Sudah Putus Syaraf Empati

PRAYA, QOLAMA.COM | Beredarnya surat Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Nomor 550/375/Dishub/2019 terkait permintaannya agar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menindaklanjuti keputusan menteri perhubungan tentang perubahan Nama Bandara ditanggapi sinis Pengurus Gerakan Pemuda Ansor Lombok Tengah.

Ketua GP Ansor Wahyu Satriadi kepada Qolama mengatakan, surat Gubernur NTB tersebut menunjukkan kualitas seorang Zulkiflimansyah yang ia duga sudah kehilangan empathy publik.

“Disaat masyarakat menghadapi kemarau panjang, kekurangan air bersih ditambah lagi PLN Byar-pret dia (Gubernur NTB) masih sempat-sempatnya bikin surat yang gag penting, kok kayak orang sudah putus syaraf empatinya” Sinis Wahyu, Jum’at, (16/11).

Gubernur NTB lanjutnya jelas-jelas tidak punya misi menyelesaikan persoalan-persoalan serius di NTB, sebaliknya justru membuat kebijakan remeh temeh yang mengundang cibiran publik.

“Memangnya dengan perubahan nama bandara, lalu masyarakat akan terbebas dari kekurangan air, itu urus dulu masyarakat yang kehausan gag dapet air bersih”, ketus Mantan Ketua BEM UIN Mataram ini.

Wahyu menambahkan, terlalu banyak persoalan NTB yang lebih penting ditanggapi daripada kebijakan-kebijakan Unfaedah seperti nama Bandara.

Ia menyebut, selain soal kemarau, kekurangan air bersih dan PLN, Pemprov NTB juga hingga hari ini masih belum bisa menyelesaikan rehab-rekon rumah korban gempa.

“Tolong sekali lagi tanyakan ke Gubernur, apa nama Bandara itu bisa mengatasi penderitaan korban gempa yang sampai hari ini belum punya rumah? Apa kalo nama bandara itu berganti terus sawah ladang masyarakat akan teraliri air, please deh” Tanyanya sinis.

Terkait nama Bandara, ketua GP. Ansor Lombok Tengah ini menyatakan, bersama masyarakat Lombok Tengah akan tetap menolak kebijakan tersebut.

Menurutnya nama Bandara Internasional Lombok (BIL) sudah pas dan merepresentasikan bandara milik semua masyarakat NTB bukan milik sekelompok orang atau sekelompok penguasa.

“Kalo mau bikin menara gading kekuasaan, jangan di BIL. Karena berdirinya BIL adalah buah jasa banyak orang, banyak pemimpin, banyak tokoh. Masyarakat Loteng wajar menolak dan memang harus ditolak” Pungkasnya.

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cek juga
Close
Back to top button