EditorialHeadlineQolamunaTokoh

Menanti “Bijak Bestari” Bupati Baru Pathul Bahri

Pilkada Lombok Tengah telah usai digelar. Gugatan Paslon Masrun-Habib ke MK sudah hampir pasti ditolak. Tinggal menunggu 17 Februari 2021 mendatang, Bupati baru akan segera bekerja. Bukan sekadar berganti orang, Bupati baru diharapkan juga punya kebijakan-kebijakan baru yang lebih baik untuk Lombok Tengah 5 Tahun kedepan

Isu yang merebak beberapa waktu lalu, ada harga yang harus dibayar seseorang yang mau menjabat dibawah kepemimpinan Bupati baru Lombok Tengah HL. Pathul Bahri, membuat publik setengah tersentak. Isu ini segera ditepis para Tim Sukses Maiq Meres. Kata mereka, isu ini tidak benar, dan itu hanya pekerjaan oknum yang otaknya diisi dengan jual beli jabatan.

Namun begitu, isu ini tak bisa didiamkan begitu saja. Kata pepatah, “Tak ada asap jika tak ada apinya”. Prasangka baik, kepulan asap ini muncul atas dasar pengalaman demi pengalaman, pilkada ke pilkada, kepemimpinan ke kepemimpinan yang rupanya tabiatnya selalu begitu. Bahwa, pergantian kepemimpinan selalu diikuti mutasi-mutasi jabatan dibawahnya sebagai kelumrahan pasca pilkada.

Maka jelang hari pelantikan seperti sekarang, ketar-ketir pejabat lama yang saat pilkada lalu tidak mendukung Bupati terpilih, pantas terjadi. Bahkan tak sedikit pejabat sudah memasrahkan diri pindah kantor atau bahkan kantornya hilang samasekali karena non-job bisa saja terjadi.

Hal-ihwal seperti ini memang menjadi PR kita bersama dalam berdemokrasi. Perilaku politik yang menganggap demokrasi hanya soal rebutan kekuasaan, dan ketika kekuasaan sudah ditangan, kebijakan apapun boleh dilakukan, telah menjadi tolak ukur pragmatisme dalam politik.

BACA JUGA : 

Zero Waste, Besar di Publikasi, Jauh Dari Realisasi.

Pilkada Dan Pertaruhan Keselamatan Rakyat

Mimpi NTB Gemilang dan IPM yang Belum Menggembirakan

Bupati baru bisa saja beralasan, mutasi menjadi keharusan karena setiap organisasi pemerintahan butuh keseimbangan agar koor pemerintahan dapat mengikuti orkestra kepemimpinan yang efektif. Hanya saja, alasan ini acapkali klise untuk tidak mengatakan, para pendukung harus diberi tempat dan lawan politik harus ditendang jauh-jauh.

Pola kepemimpinan seperti ini sesungguhnya tidak sehat. Sebab, pengangkatan para pejabat akan diiringi suasana, “balas dendam”. Hal lain tentu akan ada pertimbangan kedekatan-kedekatan personal serta jasa-jasa saat pemenangan.  Sungguh hal ini bisa berakibat fatal karena akan menihil-kan ruang kompetisi bagi orang-orang sesungguhnya memiliki moralitas, kompetensi, kapabilitas dan kepantasan-kepantasan personal.

Maka agar tidak kebablasan, Bupati baru penting memotret diri secara Kaffah. Kontestasi Pilkada sudah selesai dan saat ini Bupati baru adalah Bupatinya seluruh rakyat Lombok Tengah. Ia memimpin bagi semua, baik kawan politik maupun lawan politik. Tak ada satupun moralitas yang mengabsahkan para pemimpin hanya melayani dirinya sendiri, keluarga, kerabat, handai taulan dan sejawatnya. Karena itu namanya nepotisme yang haram dalam demokrasi.

Sikap yang mestinya diambil adalah, bijaksana dengan pandai mengurut prioritas dan menempatkan seseorang sesuai kapasitasnya. Bupati baru harus berfikir bagaimana menjadi pemimpin yang terhormat bukan pemimpin yang hanya berkuasa. Karena apabila kehormatan seorang pemimpin sudah tercerabut maka ia sesungguhnya sudah bukan manusia lagi.

Begitupun halnya dengan para timses sekaligus juga para pejabat lama yang dulu menjadi musuh politik. Semuanya harus pandai bercermin diri. Bercermin diri, artinya tahu diri. Menakar kapasitas dan otensitas dirinya apakah layak atau masih layak di jabatan semula ataukah ia sudah saatnya diganti.

Para pejabat lama ataupun calon pejabat baru, pasti di hati kecilnya memiliki kesadaran individual yang bisa menakar dirinya sendiri. Apakah ia punya kapasitas memanggul amanat.? Yang lama, apakah selama ini ia berhasil atau tidak, pantas menjabat lagi atau tidak.? Mendengar penilaian Rakyat secara jernih atas kepemimpinannya adalah keharusan sebagai cermin diri seorang pemimpin. Bukan malah memanjakan keserakahan untuk terus menerus berkuasa dengan hanya mengandalkan kedekatannya kepada siapa yang sedang memimpin saat ini.

Orientasi kekuasaan kata Pengarang Kitab Al Ahkam As Sulthoniyah sesungguhnya adalah kesejahteraan rakyat. Hal-ikhwal pergeseran-pergeseran “siapa menjabat apa” tidak masalah terjadi selama tujuan akhir “Kemaslahatan Rakyat” bisa dicapai.

Maka mau tidak mau, untuk tujuan itu, kualitas dan kapabilitas seseorang harusnya menjadi tolak ukur dalam menentukan siapa menjabat apa, bukan apakah ia mendukung saat Pilkada ataukah tidak.

Semoga Bupati baru HL. Pathul Bahri, S.Ip dapat membawa Lombok Tengah lima tahun kedepan lebih baik. Kami ingin tagih kata-kata yang sering beliau ungkapkan, Ia ingin menjadi khadam bukan penguasa. Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit Thariq. []

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cek juga
Close
Back to top button