Banyak yang belum mengengal siapa yang berada dalam gambar di atas khususnya di Indonesia. Padahal beliau merupakan tokoh sufi pendiri salah satu tarekat fenomenal era milenial saat ini yaitu Tarekat Naqsyabandi Haqqani yang berpusat di Chicago (USA) dan Jakarta (Indonesia). Berkat ajaran sufismenya (mahabbah atau cinta) memberikan pengaruh yang luar biasa dalam keberlangsungan harmonisasi kehidupan beragama dan persaudaraan sesama manusia di muka bumi melalui tarekatnya tersebut; terbukti dengan menyebar dari daratan Amerika, Eropa, Afrika hingga Asia (terutama Asia Tenggara).
Muhammad Nazim Adil bin Ahmad bin Hasan al-Haqqani (lahir di Larrnaka, Siprus, 22 April 1922) itu adalah namanya. Beliau keturunan Syaikh Abdul Qadir Jailani (Nasab Hasan-Husein) dari sisi ayah, kemudian keturunan Jalaluddin Rumi (Nasab Abu Bakar al-Shiddiq) dari sisi ibu.
Ia menperoleh ijazah fiqih Hanafi dari Syaikh Abd. Jalil Murad; ilmu Hadits dan fiqih Hanafi dari Syaikh Abd. al-Aziz bin Muhammad Ali Uyum al-Sud al-Hanafi, ia juga belajar Tarekat Naqsyabandi dari Syaikh Sulaiman al-Zarumi (wafat 1948 M) melalui dirinya kemudian tarekat ini dinamai Naqsyabandi Haqqani. (Rahmawati, 2009, p. 26)
Tepat pada tahun 1945, Syaikh Nazim menjumpai Syaikh Abdulllah Faiz al-Daghestani. Pertemuan dengan Syaikh Abdullah al-Daghestani ini disifatkan sebagai perjalanan spiritualnya, kemudian beliau berbaiat kepada Syeikh Abdullah Faiz al-Daghestani dan selanjutnya Syaikh Nazim diantar oleh Syaikh Abdullah al-Daghestani ke Cyprus untuk menjadi khalifah tarekatnya di sana.
Setelah beberapa lama Syeikh Nazim kemudian kembali ke Damaskus dan menikahi Aminah Adil (anak al-Daghestani) dan dianugrahi empat anak bernama Muhammad Adil, Bahauddin, Naziha dan Ruqayyah. Adapun secara ringkas guru-guru keilmuwan agama beliau, yaitu: . (Mohd Asyran Safwan Kamaruzaman et al., 2019, p. 43-44)
- Muhammad Nazim (kakek Syaikh Nazim); guru awal Tarekat Qadiriyyah.
Syaikh Jamaluddin al-Lasuni (Syariah dan Bahasa Arab) - Syaikh Sulaiman al-Zurumi; (awal Tarekat Naqsyabandi)
- Syaikh Muhammad Ali Uyun al-Sud (Syariah, Hadits dan Al-Quran)
- Syaikh Abd. al-Aziz Uyun al-Sud (Mufti Homs), (Syariah, Hadits dan Al-Quran)
- Syaikh Abd. al-Jalil Murad (Syariah, Hadits dan Al-Quran)
- Syaikh Sa‘id al-Suba‘i (Tarekat Naqsyabandi)
- Syaikh Munir al-Malik (Tarekat Qadiriyah, Naqsyabandi dan Rifa‘i)
- Syaikh Abdullah al-Daghestani (Guru utama Tarekat Naqsyabandi)
Beliau juga mursyid tujuh tarekat besar, antara lain: Naqsyabandiyah, Maulawiyah, Chistiyyah, Syadziliyyah, Qadiriyah. Gelarnya adalah Sultan Auliya Maulana Syaikh Muhammad Nazim Adil al-Haqqani; beliau adalah mursyid ke-40 dalam mata rantai emas Tarekat Naqsyabandi Haqqani. Selanjutnya, Adapun silsilah sanad Tarekat Naqsyabandinya,yaitu: (Mohd Asyran Safwan Kamaruzaman et al., 2019, p. 48–49)
- Nabi Muhammad ﷺ (wafat 632M)
- Abu Bakr al-Siddiq (wafat 634M)
- Salman al-Farisi (wafat 655M)
- Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr al-Siddiq (wafat 687M)
- Ja’far al-Shadiq (wafat 765M)
- Abu Yazid al-Bustami (wafat 784M)
- Abu Hasan al-Kharaqani (wafat 1034M)
- Abu Ali al-Farmadzi (wafat 1084M)
- Abu Ya’qub Yusuf al-Hamadani (1109 – 1140M)
- Nabi Khidir AS
- Abdul Khaliq al-Ghujdawani (wafat 1220M)
- Arif al-Riwgari (wafat 1259M)
- Mahmud al-Anjir al-Faghnawi (wafat 1272M)
- Azizan Ali al-Ramitani (wafat 1321M)
- Muhammad Baba al-Sammasi (wafat 1354M)
- Kulal al-Bukhari (wafat 1371M)
- Muhammad Bahauddin al-Naqsyabandi (1318 – 1389M)
- Alauddin al-Bukhari al-Attar (1400M)
- Ya’qub al-Kharkhi (wafat 1447M)
- Ubaidullah al-Ahrar (1404 – 1490M)
- Muhammad al-Zahid (wafat 1515M)
- Darwish Muhammad (wafat 1549M)
- Muhammad Khwaja al-Amkanaki (wafat 1599M)
- Muhammad al-Baqi Billah (1563 – 1603M)
- Ahmad al-Faruqi al-Sirhindi (1564 – 1624M)
- Muhammad al-Ma’shum (1586 – 1668M)
- Muhammad Saifuddin al-Faruqi al
- Mujaddidi (1645 – 1685M)
- Nur Muhammad al-Badawani (1664 – 1722M)
- Syams al-Din Habibullah (1700 – 1781M)
- Abdullah al-Dahlawi (1745 – 1824M)
- Khalid al-Baghdadi (1776 – 1827M)
- Ismail Muhammad al-Shirwani (1787 – 1839M)
- Khas Muhammad Shirwani (1786 – 1844M)
- Muhammad Efendi al-Yaraghi (1777 – 1848M)
- Jamaluddin al-Ghumuqi al-Husayni (1788 – 1869M)
- Abu Ahmad al-Surughi (1789 – 1882M)
- Abu Muhammad al-Madani (1835 – 1913M)
- Sharafuddin al-Daghestani (1875 – 1936M)
- Abdullah Faiz al-Daghestani (1891 – 1973M)
- Muhammad Nazim al-Haqqani (1922 – 2014M)
Perlu diketahui, bahwa Syaikh Nazim al-Haqqani tidak hanya mewarisi nasab Jalaluddin Rumi saja, tetapi juga menunjukkan minat kuatnya terhadap konsep ajaran cinta (mahabbah) Rumi. Ia menyadari konsep cinta (mahabbah) Rumi mengandung nilai-nilai kemanusiaan dan unversalitas bagi jalan dakwahnya. Semangat kemanusiaan dan unversalitas dalam ajaran cinta Rumi terkandung dalam misi yang tertuang dalam tarekat yang dibuatnya yakni Naqsyabandi Haqqani dalam menyebarkan ajaran sufi mereka ke khayalak umum di seluruh penjuru dunia tanpa terkecuali.
Jalan sufistik mahabbahnya mengacu pada konteks fraterniter (saudara sesama manusia) dan kesatuan dalam kepercayaan kepada Tuhan dalam semua agama dan melalui spiritual di negara-negara maju atau pada negara-negara yang penduduk muslimnya masih minoritas seperti Inggris. Sebagaimana kewajiban manusia sebagai khalifah di muka bumi.
Seperti ungkapan yang terdapat dalam syair Rumi, yakni: “aku bukan Kristen, bukan Majusi, bukan Kristen, atau Islam, bukan dari Timur ataupun Barat,… bukan dari India, Cina, Bulgaria, Saqseen: Bukan dari Kerajaan Iraq ataupun Khurasan,… tempatku tidak bertempat, jejakku tidak berjejak…. baik raga maupun jiwaku, semuanya adalah kehidupan kekasihku….” (Rahmawati, 2009, p. 34-35).[]