MATARAM, QOLAMA.COM | Menghibur orang melalui humor itu sudah biasa. Tapi tidak biasa kalau kritik-kritik sosial disampaikan melalui humor yang sering mengundang tawa banyak orang. Nah, menghibur plus mengritik itu bisa kita temukan pada sosok Abu Macel.
TIDAK mudah merangkai humor yang bisa membuat banyak orang tertawa. Apa lagi kalau humor itu mengandung kritik sosial tentang problem sosial yang terjadi ditengah masyarakat. Hanya orang tertentu yang bisa melakukannya.
Demikian disampaikan oleh Dr.Fawaizul Umam, M.Ag, Dosen Filsafat Fakultas Dakwah IAIN Mataram dalam diskusi dengan tema, “Abu Macel dan Kritik Sosial” pada Minggu lalu di Lesehan Kukuruyuk, Jalan Udayana, Mataram.
“Kalau humor hanya untuk membuat orang tertawa, itu biasa. Itu tidak berbeda dengan para pelawak dan badut. Tapi kalau humor yang dibumbui dengan kritik sosial itu baru beda dan harus dilanjutkan oleh gerakan-gerakan lanjutan” paparnya.
Fawaiz juga menjelaskan, Abu Macel bukan hanya melontarkan kritik melalui humor saja. Abu macel justru berperan mengedukasi masyarakat tanpa mengutip ayat-ayat suci dari Al-Qur’an maupun hadist Nabi. Ia justru mengedukasi masyarakat melalui celoteh-celotehnya yang kaya akan humor.
Kritik sosial melalui humor lebih santun dan tidak radikal. Orang atau pihak yang dikritik tidak lekas marah tapi malah tersenyum. Dengan begitu, melalui humor seseorang sebenarnya sedang melakukan perlawanan terhadap kekekuasaan (counter hegemoni ) dan kemapaman wacana yang ada ditengah masyarakat.
Untuk itu Fawaiz memaparkan, humor dianggap sangat efektif untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Pesannya bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat tanpa dibedakan oleh suku, agama, ras dan usia. Bahasa yang digunakannya juga berasal dari bahasa sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat.
Tak lupa Fawaiz menekankan agar Abu Macel menyampaikan humor dan kritik sosialnya untuk menyuarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat kecil bukan problem kelompok elit .
“Kalau humornya menyanjung-nyanjung penguasa, Abu Macel tidak ubahnya dengan Abu Lahap bahkan Abu Gosok” jelas Fawaiz yang mengundang tawa puluhan orang yang hadir ditempat itu.
Untuk itu kehadiran Abu Macel dianggapnya sebagai aset Nahdaltul Ulama (NU) yang harus dipertahankan dan dikembangkan. Lebih-lebih humor sudah sangat akrab ditelinga orang-orang pesantren dan jamaah NU. Baik humor yang sampaikan oleh para kyai di Jawa maupun oleh para tuan guru yang ada di Lombok.
Selain Fawaiz, hadir juga pembicara lain dari Fakultas Syari’ah IAIN Mataram, Atun Wardatun, M.Ag dan Ahmad SH dari kalangan aktivis. Jalannya diskusi dipandu oleh Dedy Mujadid Muhas, MA.
Diskusi yang dihadiri oleh puluhan orang mahasiswa, aktivis, dosen dan kalangan birokrasi ini berlangsung santai dan penuh gelak tawa. Diakhir acara perut peserta berhasil dikocok oleh humor-humor segar duet Abu Macel dan Ahmad SH.
Peserta yang hadir minta agar diskusi serupa bisa diadakan secara rutin dengan menghadirkan peserta dan pembicara yang berbeda. Antusias peserta terlihat dari banyaknya peserta yang hadir dan tidak beranjak dari tempat duduknya sempai akhir acara. [YT]