“Nyale” dan Legenda Putri Mandalika Lombok.
LOMBOK – QOLAMA.COM | Pesta rakyat, festival Bau Nyale atau menangkap cacing laut merupakan salah satu even dan festival kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Barat telah paling populer dan terkenal di kalangan wisatawan nusantara hingg mancanegara. Tidak heran setiap perayaannya masyarakat dan wisatawan tumpah ruah untuk merayakan sekaligus ikut menangkap.
Bahkan karena diangggap sebagai festival kebudayaan cukup unik, Pesta rakyat Bau Nyale oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar) ditetap sebagai salah satu festival kebudayaan Wonderful Event di Indonesia.
Festival Bau Nyale sendiri dilaksanakan setiap satu tahun sekali, yaitu tanggal 20 bulan 10, berdasarkan perhitungan penanggal Sasak dan itu rutin dilakukan masyarakat Pulau Lombok setiap tahun sampai sekarang.
Keunikah perayaan pesta rakyat Bau Nyale serta kisah dan legenda awal mulanya Nyale muncul, yang oleh sebagian masyarakat dipercaya sebagai jelmaan dari putri Mandalika yang menceburkan diri ke laut.
Berdasarkan legenda yang berkembang di masyarakat, Nyale yang biasa ditangkap masyarakat setiap tanggal 20 bulan sepuluh berdasarkan perhitungan kalender Sasak Lombok dan kalender masehi, dulunya merupakan putri raja dengan paras sangat cantik jelita dan diperebutkan banyak raja dan pangeran.
Menyadari diri jadi rebutan raja, pangeran dan bangsawan seluruh plosok Pulau Lombok, putri Mandalika berparas cantik jelita menjadi bingung hendak memilih siapa dari sekian banyak yang datang melamarnya.
Sebab kalau memilih salah satu di antara yang datang melamarnya, sudah pasti akan menimbulkan kekecewaan dan kemarahan dari pangeran lain yang mengajukan lamaran untuk dijadikan istri dan permaisuri.
Tidak ingin terjadi permusuhan dan pertumpahan darah, suatu hari di pinggiran pantai selatan Pulau Lombok, sang Putri Mandalika mengumpulkan seluruh rakyat, raja, pangeran dan bangsawan lain yang melamar.
Kepada seluruh rakyat, sang Putri Mandalika bijaksana menyampaikan rasa kecintaannya kepada seluruh rakyat dan tidak ingin sampai terjadi permusuhan bahkan pertumpahan darah, karena memperebutkan dirinya, sehingga putri Mandalika memutuskan menolak semua lamaran raja dan pangeran yang menginginkan dirinya.
Usai berkata, putri Mandalika kemudian naik ke atas batu karang pantai selatan Pulau Lombok. Diatas batu karang sang putri berpesan bahwa dirinya adalah milik seluruh rakyat dan akan mendapatkan dirinya dalam bentuk Nyale di setiap tanggal 20 bulan sepuluh.
Usai berbicara di hadapan rakyatnya, sang Putri kemudian melompat ke tengah laut dari atas batu karang tempat diri dan ditelan ganasnya ombak pantai selatan. Tindakan Putri Mandalika tersebut menimbulkan kesedihan mendalam bagi keluarga dan hati seluruh rakyatnya.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap pengorbanan sang putri Mandalika, masyarakat Pulau Lombok mengabadikannya dalam bentuk patung monumen yang menggambarkan saat sang Putri Mandalika hendak menceburkan diri ke laut.