Penanganan Kekeringan di NTB Dinilai Masih Sebatas Pemadam Kebakaran.
MATARAM – QOLAMA.COM | Bencana kekeringan dan krisis air bersih yang melanda sebagian wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat selalu terulang setiap tahunnya, karena pemerintah dinilai tidak serius dalam melakukan penanganan, terutama penanganan dalam jangka panjang.
“Bencana kekeringan dan krisis air bersih selalu terulang, karena pemerintah tidak serius melakukan penanganan. Penanganan dilakukan selama ini masih seperti pemadam kebakaran” kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTB, Murdani dalam salah satu kesempatan wawancara dengan Qolama.com
Menurutnya, strategi penanganan yang dilakukan selama ini lebih pada tehnis semata, melakukan distribusi air bersih ke daerah terdampak kekeringan, itu tidak menyelesaikan masalah, karena sifatnya jangka pendek.
Walhi melakukan kritikan soal strategi penanganan, karena pemerintah sibuk pada urusan tehnis, anggaran itu sebagian besar digunakan untuk urusan mengangkut air dan itu selalu berulang setiap tahun.
“Seharusnya penanganan dilakukan lebih pada program jangka panjang, melakukan rehabilitasi pada daerah konservasi dan sumber mata air lain” katanya.
Mengintegrasikan program penanganan itu dengan cara bagaimana membangun partisipasi masyarakat, karena bagaimanapun masyarakat itulah yang akan bisa membangun ketangguhannya sendiri menghadapi bencana.
Kalau dari luar, tidak bisa, kalaupun bisa dampaknya sedikit bagi pemulihan, apalagi berbicara bencana kekeringan yang abadi, makin lama makin meluas dan makin parah. Air itu barang tidak bisa tergantikan
“Dan untuk pemenuhan merupakan kewajiban pemerintah, karena karena merupakan hak atas pemenuhan air itu adalah hak asasi manusia, bagaimana kalau orang tidak punya air hanya untuk sekedar minum” katanya.
Dan hari ini terjadi, dimana dua pertiga persen di NTB mengalami kekeringan, bahkan lebih cepat dari prediksi, karena pengurangan debit air setiap tahun semakin besar, disamping pemerintah tidak melakukan pemeliharaan kawasan konservasi
Walhi sendiri melakukan penghijauan di lima mata air di Lombok Utara yang hari ini mengalami kekeringan, yg dulunya tidak pernah mengalami kekeringan, antara lain Lokok Krimia, Desa Sesait Kayangan, Lokok Pande dan Lokok Cempaka yg mengairi hampir lima desa.
“Kami melihat situasi di situ tidak dirawat pemerintah artinya dirawat itu dengan melakuka konservasi, bibit yg disumbangkan selama ini tidak menyumbang bisa menyimpan dan menyerap air” terang Murdani
Kepala Badan Penanggulanganan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ahsanul Khalik sebelumnya mengatakan, kekeringan yang melanda seluruh wilayah NTB semakin meluas, akibat musim kemarau berkepanjangan.
Dikatakan, jumlah desa yang terdampak kekeringan sekarang ini mencapai 302 desa, yang tersebar di seluruh kabupaten kota NTB, lebih besar dibandingkan tahun 2018, dimana jumlah desa terdampak sebanyak 298 desa.
Kabupaten yang paling parah terdampak kekeringan terbanyak di kabupaten Lombok Tengah, meliputi 83 desa di sembilan kecamatan dengan jumlah kepala keluarga (KK) yang terdampak mencapai 69,380 KK, dengan 273,967 jiwa.