TURMUZI.
Kalau di lembaga pendidikan kita mengenal istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” bagi para guru dan tenaga pendidik yang telah dengan ikhlas, sabar dan penuh kebijaksanaan mendedikasikan hidup mendidik dan mencerdaskan kehidupan anak bangsa Indonesia
Maka di dunia pertanian, Indonesia juga memiliki perempuan – perempuan hebat dan tangguh sebagai “pahlawan pangan” dari pedesaan yang mengabdikan dan mendedikasikan sebagian hidup untuk pertanian, membantu masyarakat Indonesia dari ketercukupan pangan
Ketika masa kecil dan usia Sekolah Dasar di kampung halaman dulu, salah satu kebiasaan ibu saya yang masih terkenang dan tetap dilakukan sampai sekarang adalah bangun di waktu pagi buta, sebelum azan subuh tiba, ketika orang lain masih terlelap dalam tidur, ibu sudah bangun sahalat, memasak dan mempersiapkan diri berangkat ke sawah
Bangun pagi memang telah menjadi kebiasaan masyarakat pedesaan Pulau Lombok, terutama mereka yang keseharian bekerja sebagai petani, mengelola lahan pertanian. Lebih – lebih pada masa tanam saat musim hujan, iring – iringan petani yang hendak bekerja mengelola lahan pertanian bisa disaksikan sepanjang jalan pematang sawah setiap pagi hingga menjelang petang
Bagi petani dan masyarakat pedesaan terutama kaum perempuan, bangun pagi dilakukan, tidak saja karena tuntutan kesibukan mengelola lahan pertanian semata. Bangun pagi juga memiliki makna filosofis, bahwa kalau ingin meraih kesuksesan dalam segala hal, termasuk keberhasilan mengelola lahan pertanian, maka harus rajin, ulat, tekun, tidak pemalas serta bekerja keras dengan disiplin waktu
Pada masyarakat pedesaan, nasihat berikut seringkali disampaikan orang tua kepada anaknya “Ndaq girang tindok kelemaq, tetotoq rizkim siq manok” (Jangan suka tidur pagi, dipatuk rizkinya sama ayam). Nasihat sederhana, tapi penuh makna dan pesan moral, bahwa kemalasan tidak akan pernah membawa keberuntungan dalam kehidupan
Demikian petani dan masyarakat pedesaan menjalani keseharian sebagai petani mengelola lahan pertanian. Mandi peluh, bergumul dengan lumpur dan sengatan panas terik matahari hampir menjadi aktivitas keseharian sebagian besar masyarakat pedesaan, aktivitas tersebut dilakoni setiap hari dari pagi hingga menjelang petang, terutama kaum perempuan
Peran Petani Perempuan
Kalau berkunjung ke daerah pedesaan terutama pada pagi hari, iring – iringan petani perempuan pedesaan yang sebagian besar merupakan ibu rumah tangga bisa disaksikan sepanjang jalan maupun pematang sawah, penuh semangat hendak bekerja mengelola lahan pertanian masing – masing dengan peralatan pertanian di tangan
Apalagi saat musim hujan seperti sekarang, kesibukan masyarakat pedesaan mengelola lahan pertanian sangat tinggi, baik petani lahan basah maupun petani lahan tadah hujan. Tidak ada berpangku tangan, semua bekerja bahu membahu, saling membantu (besiru) satu sama lain.
Jangan heran kalau hendak bertamu ke rumah warga masyarakat pedesaan saat musim hujan dan tanam seperti sekarang, susah dilakukan, karena hampir sebagian besar warga pergi bekerja ke sawah, baik lahan milik pribadi maupun lahan milik tetangga dalam rangka “besiru”
Pada sebagian besar masyarakat pedesaan, kaum perempuan memang memegang peranan penting dalam pengelolaan lahan pertanian, keberhasilan pertanian tidak bisa dilepaskan dari peran besar petani perempuan
Peran besar petani perempuan pedesaan terlihat dari proses mempersiapkan lahan, menanam, perawatan sampai masa panen tidak bisa lepas dari keterlibatan dan campur tangan petani perempuan, tidak heran hampir sebagian besar waktu dihabiskan petani perempuan pedesaan untuk menggarap lahan pertanian
Selain kesibukan menggarap lahan pertanian, petani perempuan pedesaan juga disibukkan dengan pekerjaan menyiapkan makanan untuk dihidangkan kepada tetangga yang ikut membantu mengerjakan lahan pertanian dengan sistim “besiru”
Belum lagi kesibukan dengan pekerjaan domistik lain, sehingga bangun pagi memang jadi pilihan petani perempuan pedesaan memulai aktifitas keseharian dari urusan pekerjaan rumahan sampai mengelola lahan pertanian. Kalau bicara beban pekerjaan, perempuan pedesaan kerap memikul beban pekerjaan dominan diluar batas kewajaran
Tapi bagi bagi masyarakat pedesaan, terutama petani perempuan itu dianggap sebagai sebuah kewajaran dan kebiasaan, dilaksanakan penuh kepasrahan. Tidak ada pembrontakan maupun teriakan melanggar HAM sebagaimana yang kerap disuarakan aktivis perempuan menuntut kesetaraan
Sebab mereka tidak tahu dan tidak akan mau tahu, apa itu kesetaraan, HAM kaum perempuan. Bagi petani perempuan tangguh pedesaan, menjalani kehidupan, bekerja keras dari pagi hingga menjelang petang mengelola lahan pertanian lebih penting dilakukan, sampai pada saat dimana umur dan kondisi fisik benar – benar sudah tidak memungkinkan bekerja mengelola lahan pertanian