
Hidupi Tujuh Anak, Berhasil Kumpulkan 5 juta Perbulan
YUSUF TANTOWIBolak-balik ikut feri penyeberangan Lombok-Pototano, Pototano-Lombok. Tak terasa, pria itu telah menghabiskan 10 tahun usianya menjalani profesinya sebagai pengamen kapal
Setiap orang punya kisah dan setiap perjalanan punya cerita. Itu juga yang saya dapati saat perjalanan pulang dari ‘pulau jagung’ Bima-Dompu ke Pulau Lombok beberapa waktu lalu.
“Makan siang bang?” Suara itu membuyarkan perhatianku pada pegunungan panjang yang mengitari laut.
Dihadapan saya, seraut wajah pria paruh baya menawari saya dagangannya. Melihat pedagang itu, kawan seperjalanan saya Jaelani ikut menawari saya makan. Awalnya, saya ingin mengatakan tidak karena perut saya masih terasa kenyang. Tapi suara parau lelaki itu membuatku mengangguk memberi isyarat, “Ya beli saja”. Jaelani-pun membeli nasinya 4 bungkus.
Tak seberapa lama, dari arah tangga muncul seorang lelaki lain berbaju batik membawa mik dan salon kecil. Di depan saya lelaki itu duduk dan membuka plastik hitam berisi recehan hasil kerjaannya. Ia lelaki pengamen kapal.
“Bapak sudah makan. Kalau belum, ini ada nasi silahkan dimakan pak” kata saya menyodorkannya nasi yang baru saja dibeli Jaelani. Waktu telah menunjukkan jam 14.00 wita.
“Ngih” katanya mengangguk sambil terus menghitung uang kertas ribuan ditangannya.
Usai menghitung uangnya, ia bangkit dan mengambil nasi bungkus yang saya tawarkan. Sembari menyantap nasi bungkus, sayapun mengajaknya ngobrol.
“Nama saya Ismail, lahir di Sakra, istri saya orang labuhan Haji, saya tinggal disana ikut istri” Cerita lelaki itu polos.
Ia mengaku, sejak 10 tahun lalu ia menghabiskan harinya dengan menyanyi di Kapal. Ia ikut kapal bolak balik Lombok- Pototano, Pototano – Lombok. Ia menghibur setiap penumpang bolak-balik dengan lagu yang sama.
“Kalau tidak Megi Z, Roma Irama, Masyur S ya sesekali menerima request para penumpang.” Katanya tersenyum.
Ismail mengaku, pendapatannya dari pagi hingga siang ini baru 90 ribu. Pendapatannya ini masih akan bertambah karena tersisa 4 kali rute bolak-balik Lombok-Pototano, Pototano-Labuan Lombok hingga ia balik kerumah nanti sekitar pukul 22.00 malam.
Ismail cerita, 10 tahun lalu ia masih kerja serabutan. Macam-macam ia kerjakan mulai kerja bangunan sampai buruh padi dan jagung.
Seiring usianya yang semakin menua dan fisiknya yang kian melemah. Iapun memberanikan diri menghadap pejabat pelabuhan agar diizinkan mengamen di geladak kapal. Agar saling menguntungkan, Ismail bersedia bantu anak buah kapal (ABK) bersih-bersih kapal.
Itulah awal mula Ismail mengamen diatas kapal. Dari hasilnya mengamen itu ia bisa membiayai kebutuhan istri dan 7 orang anaknya. Anaknya paling besar sudah bekerja dan berkeluarga, ada juga yang masih sekolah menengah atas.
Dari pekerjaannya ini, rata-rata Ismail bisa mengumpulkan 150 ribu bahkan 200 ribu perhari.
“Kalau rejeki lancar, saya bisa dapat 5 juta perbulan.” Ceritanya.
Fikir saya, pendapatan 5 juta perbulan luarbiasa. Orang desa saja yang siang malam menguras fisik di sawah dan ladang jarang bisa menghasilkan uang segitu.
“Setelah 10 tahun bekerja menjadi pengamen kapal, apa bapak tidak ada pikiran untuk ganti profesi” tanya saya.
“Saya tidak mau banyak mikir dalam hidup ini. Saya terima dan jalani saja hidup ini. Sekarang usianya saya sudah 60-an” katanya santai.
Ismail seakan ingin mengatakan pada saya, hidup ini diterima saja apa adanya dan jangan suka melihat jenis pekerjaannya tapi lihat hasilnya.
Saat saya tanya untuk apa saja penghasilannya? Ismail tersenyum simpul.
“Untuk istri dan sekolah anak-anak” Katanya.
Mungkin di kesempatan lain teman-teman juga menempuh kisah perjalanan yang sama. Sapalah mereka, syukur-syukur kalian bisa menyisihkan uang ribuan buat mereka “Para Pengamen Kapal” []