Puncak Kemarau, Masyarakat NTB Diminta Waspada Dampak Kekeringan Metodologis.
MATARAM – QOLAMA.COM | Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), meminta masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Barat mewaspadai dampak kekeringan metodologis pada puncak musim kemarau tahun 2019, dengan Hari Tanpa Hujan >60 hari untuk sebagian besar wilayah Pulau Sumbawa dan beberapa wilayah Lombok Barat bagian Utara dan Lombok Timur bagian Selatan.
“Dengan masuknya periode puncak musim kemarau di NTB, masyarakat dihimbau agar waspada dan berhati – hati terhadap dampak yang dapat ditimbulkan seperti kekeringan, kekurangan ketersediaan air bersih dan potensi kebakaran lahan di sebagian besar wilayah NTB, khususnya di daerah – daerah rawan kekeringan” kata Ni Made Adi dari BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat, melalui siaran persnya, Jum’at (20/9/2019).
Dikatakan, pada dasarian II September 2019 umumnya tidak terjadi hujan di seluruh wilayah NTB, kecuali sebagian kecil wilayah Lombok bagian Timur. Curah Hujan tertinggi tercatat di pos hujan Pringgasela sebesar 75 mm/dasarian.
Sifat hujan pada dasarian II September 2019 umumnya bawah normal, kecuali sebagian kecil wilayah Sumbawa bagian selatan dengan kategori atas normal.
“Hari Tanpa Hujan (HTH) berturut – turut umumnya dalam kategori sangat panjang, yaitu 31-60 hari, hingga kekeringan ekstrem >60 hari. HTH terpanjang terpantau di Pos hujan Jereweh, Kabupaten Sumbawa Barat sepanjang 159 hari” katanya.
Adi menjelaskan, untuk kondisi dinamika atmosfer, enso saat ini berada pada kondisi netral, sementara kondisi suhu muka laut di sekitar perairan NTB menunjukan kondisi lebih dingin dibandingkan dengan normalnya.
Analisis angin menunjukkan angin timuran masih mendominasi di wilayah Indonesia. Pergerakan Madden Jullian Oscillation (MJO) saat ini tidak aktif di wilayah Indonesia. Kondisi tersebut mengurangi peluang terjadinya hujan di wilayah NTB.
“Untuk peluang terjadinya hujan pada dasarian III September 2019 sangat rendah, dengan peluang terjadi hujan >20 mm/dasarian umumnya dibawah 10 persen di seluruh wilayah NTB” katanya.