MATARAM, QOLAMA.COM | Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram Prof. Dr. TGH. Masnun Tahir meminta agar semua fihak mencermati dan memahami secara utuh pesan substantif dari Surat Edaran Menag No. 5 tahun 2022 tentang Pengaturan Pedoman Penggunaan Pengeras suara di Masjid dan Musola yang sedang menjadi perbicangan. Hal tersebut disampaikan usai acara pelantikan PCNU se-NTB (26/2/2022).
SE itu Kata Masnun itu, bukanlah sesuatu yang baru melainkan terusan dari kebijakan pemerintah sebelumnya yakni Instruksi Dirjen Bimas 101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.
“Substansi kedua aturan itu sangat baik, karena untuk mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla untuk kemaslahatan bersama, bukan melarang Adzan sebagaimana sebagian narasi yang berkembang.” Ungkapnya.
Bahkan kata dia, Aturan soal penggunaan TOA ini sangat dibutuhkan mengingat kita hidup dalam pluralitas agama, Budaya, kepercayaan, adat, suku, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang mesti saling bertoleransi satu dengan yang lainnya.
Lanjut Masnun, ada dimensi yuridis, filosofis, dan sosiologis dalam SE tersebut. Tugas bersama adalah memberikan sosialisasi, dan edukasi kepada masyarakat. Kebebasan kita dibatasi oleh kebebesan orang lain (hurriyatuka mahdudun bi hurriyyatika gairika), agar hidup ini harmoni, dan dilambari oleh regulasi ilahi dan aturan insani. Kita tidak mengedepankan ego individu semata, karena kita hidup di tengah masyarakat yg majemuk di Indonesia, apalagi seperti di NTB ini.
“Saya sangat mendukung Bapak Menteri Agama RI mengeluarkan SE itu, karena maqashidnya untuk kemaslahatan bersama. Tidak hanya di Indonesia, di banyak Negara dan komunitas juga sudah diberlakukan. Mari kita terima, kita sosialisasikan, dan tentunya kita wujudkan dalam hubungan sosial kita di tengah masyarakat” Tambahnya.
Masnun menyarankan, bagi sebagian masyarakat yang tidak sependapat dengan isi Surat Edaran tersebut hendaknya memberikan argumentasi yang bijak, bil hikmah wal mauizatil Hasanah, tidak mengedepan emosi apalagi dengan cara-cara yang berlebihan.
“Kita jaga harmoni ini dengan regulasi, kearifan tradisi, dan sering ngopi. Tentunya semuanya itu dalam makna yang luas. Jangan mengedepankan emosi apalagi anarkhi, jangan hobinya mereduksi apalagi memprovokasi, insya Allah damai di hati dan di Bumi,” tegas Pria yang akrab disapa Guru Nun ini.[]