“Jika uang negara digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan hukum maka jelas itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.” – Dr. Irfan Suryadinata, M. Hum
MATARAM, QOLAMA.COM | Rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB atas pelaksanaan perubahan nama Bandara Internasional Lombok (BIL) menjadi Bandara Internasional Zainuddin Abdul Majid (BIZAM) pada Rabu (29/1) lalu dipastikan tak ada gunanya, sebab SK Kemenhub Nomor 1421 Tahun 2018 dinilai cacat prosedural.
Hal ini dikatakan Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Ikatan advokat Indonesia (IKADIN) Kota Mataram Dr. Irfan Suryadinata, M. Hum kepada Qolama, Sabtu, (1/2/2020) di Mataram.
Menurut Irfan, Gubernur NTB, Angkasa Pura ataupun pihak-pihak lain yang berani melakukan eksekusi berpotensi melawan hukum.
“Intinya kalau SK yang cacat prosedural itu, bahkan SK yang sudah mati itu di eksekusi, sama halnya pihak yang melakukan eksekusi melawan hukum” Ungkapnya.
Ditegaskan Irfan, eksekusi perubahan nama bandara bukan persoalan remeh temeh, karena akan menguras anggaran negara untuk merubah semua komponen baik dari segi sarana-prasarana maupun terkait adminsitrasinya.
“Tidak main-main, karena iakan menguras keuangan negara, dan jika uang negara itu digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan hukum maka jelas itu bisa dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.” Tegas pria yang baru saja meraih gelar Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Mataram ini.
Baca Juga :
Bandara dan Representasi Masyarakat Sasak
Branding ZAMLIA Gagal Lagi! Masyarakat Tetap Menolak
Yang Berani Eksekusi Nama Bandara Melanggar Hukum
Oleh karena itu, Irfan mengingatkan pada Gubernur NTB, pihak Angkasa Pura ataupun pihak aparat keamanan tidak gegabah melaksanakan rekomendasi DPRD NTB yang dinilainya sia-sia tersebut.
“Saya sarankan kepada pihak-pihak yang masih ngotot pada perubahan nama bandara agar tau diri karena SK itu jelas menyalahi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 tahun 2019. Kalau mau ya usulkan lagi dengan mengikuti prosedur salah satunya dengan adanya persetujuan Bupati, DPRD Kabupaten dan masyarakat sekitar” Pungkasnya.