Zero Waste, Besar di Publikasi, Jauh Dari Realisasi.
MATARAM – QOLAMA.COM | Zero Waste menjadi salah satu program unggulan dan prioritas Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, di bawah kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB, Zulkiflimansyah dan Hj. Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi) selama lima tahun kepemimpinan. Tidak main – main untuk penanganan masalah sampah, sejak awal kepemimpinan, Zul-Rohmi mengalokasikan anggaran 1,5 miliar, 2018 dan 2,5 miliar tahun 2019.
Bahkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020, program Zero Waste mendapat kucuran dana cukup fantastis mencapai 31,40 miliar, meningkat drastis dibandingkan dua tahun sebelumnya. Besaran anggaran tersebut bahkan mengalahkan alokasi anggaran Dinas Pariwisata yang biasa mendapatkan anggaran paling besar, dimana tahun 2020 hanya mendapatkan anggaran senilai 25 miliar.
Gubernur NTB, Zulkiflimansyah dalam beberapa kesempatan menegaskan, bahwa besarnya anggaran program zero waste melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dibandingkan sektor wisata, bukan berarti Pemprov tidak menjadi pariwisata sebagai prioritas. Karena membangun maupun mengembangkan sektor pariwisata juga tidak selalu identik dengan promosi semata.
Justru program zero waste dibuat untuk kepentingan mendukung pariwisata juga, karena masalah sampah menjadi salah satu persoalan dan dikeluhkan wisatawan. Bagaimana mereka bisa nyaman berlibur di destinasi NTB, kalau tidak bersih. Membangun dan memajukan Pariwisata juga tidak hanya mendesain atau mendandani destinasi. Tapi, bagaimana akses ke destinasi apakah sudah bagus tidak.
Anggota DPRD Provinsi NTB, yang juga Sekretaris Fraksi PKB, Akhdiansyah mengatakan, anggaran besar program zero waste tersebut harus dikawal dengan baik, sebagai bentuk kontrol dan pengawasan, karena bagaimanapun bersumber dari APBD yang merupakan uang rakyat, sehingga dalam pelaksanaannya bisa berlangsung transparan dan tepat sasaran.
“Terhadap pelaksanaan program zero waste dengan anggaran besar, masyarakat harus ikut melakukan pengawasan, jangan sampai diselewengkan, program dibuat jadi proyek bagi – bagi keuntungan” kata pria yang akrab disapa Guru To’i tersebut, dalam salah satu kesempatan wawancara dengan Qolama.com.
Dikatakan, program unggulan, dengan anggaran besar rawan terjadi penyimpangan. Terbukti program zero waste sudah tercium aroma ketidakberesan, dengan adanya laporan masyarakat ke Kejaksaan terkait dugaan penyimpangan bantuan anggaran yang diberikan kepada kelompok bank sampah
Dalam Rancangan Anggaran Belanja (RAB), masing-masing kelompok menerima bantuan Rp30 juta, terbagi untuk peralatan dan pembinaan Rp. 20 juta per kelompok dan pembinaan senilai Rp10 juta.
Akhdiansyah juga menilai, dari sisi realisasi atau pelaksanaan, program unggulan zero waste Pemprov NTB juga masih jauh dari harapan, dimana sampah masih dengan mudah ditemukan berserakan di setiap sudut Kota Mataram, termasuk tergenang di sepanjang kali dan sungai, membuat pemandangan jadi tidak mengenakkan.
“Sampai sejauh ini, program zero waste kalau diperhatikan hanya besar gaungnya di publikasi untuk pencitraan, tapi dalam realisasi masih jauh dari harapan” terangnya.
Lebih lanjut mantan aktivis NGO Lembaga Studi Kemanusiaan (LeNSA) NTB, yang konsen melakukan advokasi bidang anggaran dan pemberdayaan masyarakat tersebut mengingatkan gubernur agar benar – benar serius melakukan pengawasan pelaksanaan program zero waste, agar hasil didapatkan bisa sesuai harapan.
Kepala DLHK NTB, Madani Mukarrom sebelumnya mengakui kalau program zero waste masih belum maksimal. Soal kritikan anggota DPRD NTB hanya hebat di atas kertas ada benarnya, namun program tersebut tengah beroproses menuju perbaikan dan butuh waktu
Menangani masalah sampah tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh waktu dan proses panjang, terutama membangun kesadaran masyarakat dannpekerjaan paling berat adalah merubah mindset masyarakat.
Meski demikian selama sepuluh bulan berjalan, Pemprov NTB sudah berhasil membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2019 tentang pengelolaan sampah dengan sejumlah capaian dalam mensuskeskan NTB Zero Waste.
Mengoperasikan tempat pembuangan akhir regional (TPAR) Kebun Kongok, sosialisasi di 250 sekolah dan membangun kesefahaman dengan kabupaten kota. Membentuk 124 bank sampah, menginisiasi terbentuknya 239 bank sampah dikelola Bumdes di Kabupaten Lombok Timur, aksi clean up dengan berbagai komunitas pecinta lingkungan.