
NU Tegas: Negara Haram Terbitkan Sertifikat Kepemilikan Laut
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) menetapkan bahwa laut tidak boleh dimiliki oleh individu maupun korporasi. Keputusan ini menjadi respons atas maraknya pengkavlingan laut oleh perusahaan, seperti yang terjadi di Perairan Dangkal Banten dan Perairan Segui, Lombok Timur.
Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah Munas Dan Konbes NU KH Muhammad Cholil Nafis, menegaskan bahwa laut merupakan milik bersama yang harus tetap menjadi ruang publik. “Laut tidak bisa menjadi kepemilikan individu ataupun korporasi. Negara pun tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut dalam bentuk apa pun, baik itu Hak Milik maupun Hak Guna Bangunan (HGB),” ujar Kiai Cholil dalam sidang pleno Munas NU di Jakarta, Kamis (6/2). Pernyataan ini langsung mendapat dukungan penuh dari para ulama yang hadir.
Dalam pembahasan Bahtsul Masail, para kiai menegaskan bahwa negara hanya boleh memberikan izin pemanfaatan laut untuk kepentingan tertentu, seperti perikanan dan pariwisata, tanpa mengalihkan hak kepemilikan.
“Negara harus bertindak sebagai pengelola, bukan pemberi hak milik. Laut boleh dimanfaatkan oleh siapa pun, misalnya untuk mengairi sawah, membuat budidaya ikan, atau tambak, tetapi tidak boleh dimiliki secara eksklusif,” tambah KH Cholil.
Senada, Sekretaris Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah, KH Mahbub Ma’afi, menegaskan bahwa penerbitan sertifikat kepemilikan laut bertentangan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan ekosistem.
“Negara tidak boleh menerbitkan sertifikat kepemilikan laut. Haram hukumnya,” tegasnya. Ia juga menjelaskan bahwa konsep ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati) tidak bisa diterapkan di laut. “Tidak ada ihyaul mawat dalam laut,” ujarnya.
Dengan adanya hasil Bahtsul Masa’il dalam arena Munas dan Kombes ini, NU mendesak pemerintah untuk mencabut sertifikat kepemilikan laut yang telah diterbitkan dan memastikan kebijakan pemanfaatan laut tidak merugikan masyarakat pesisir.
“Jika laut dikavling oleh korporasi, nelayan akan kehilangan sumber kehidupan. Negara harus berpihak pada rakyat, bukan pada pemodal,” ujar salah seorang peserta Munas.
Putusan ini juga menjadi dasar bagi masyarakat untuk menuntut keadilan dan menolak privatisasi laut yang hanya menguntungkan segelintir pihak. NU menegaskan bahwa laut adalah milik semua, bukan untuk dikavling oleh korporasi dengan dalih investasi.[]