A. Asal-Usul Keluarga
Nama kecilnya adalah Muhammad Shaleh, sedangkan Hambali dibelakang nama tersebut adalah dinisbatkan kepada nama ayahnya yang bernama Hambali. Beliau adalah putra bungsu dari delapan bersaudara, yaitu Abu, Fatimah, Amsiah, Rukiyah, Selamin, Syamsiyah, Khadijah, dan Muhammad Shaleh. Beliau adalah putra dari pasangan Hambali dan Halimah (alias Inaq Fatimah). Muhammad Shaleh dilahirkan pada hari Jum’at tanggal 7 Ramadhan 1313 Hijriyah bertepatan dengan tahun 1893 Masehi. Beliau dilahirkan hampir mirip dengan kelahiran Rasulullah S.A.W., artinya ketika beliau masih dalam kandungan berumur 6 bulan ayahnya dipanggil menghadap oleh Yang Maha Kuasa (meninggal dunia), dan ketika beliau telah lahir dan telah berumur 6 bulan, beliau ditinggal oleh ibundanya tercinta menyusul ayahnya (meninggal dunia). Maka ketika itu jadilah beliau anak yatim piatu yang tidak mempunyai ayah dan ibu. Kemudian beliau diambil dan diasuh oleh pamannya yang bernama H. Abdullah (alias Bapak Rajab).
Muhammad Shaleh dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang religius dan taat menjalankan agama. Orang tua beliau adalah warga biasa yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi pada syi’ar Islam dikampungnya, sekalipun bapaknya bukan seorang Kyai (Tuan Guru), tetapi ia dikenal sebagai orang yang memiliki ghirah keislaman yang tinggi dan dikenal sebagai khadam kyai. Lebih lanjut Asmak dalam tulisannya menceritakan :
B. Latar Belakang Pendidikan
Tuan Guru Haji Muhammad Shaleh Hambali mulai belajar mengaji pada usia 7 tahun, beliau belajar agama secara teratur kepada seorang guru Al-Qur’an yang ahli tajwid bernama Ramli alias Guru Sumbawa di Desa kelahirannya Bengkel. Langkah ini merupakan langkah awal dari pola umum dari pendidikan Islam tradisional. Anak-anak seusia beliau kala itu mulai diajarkan membaca alphabet arab. Ini adalah langkah awal yang harus dilewati untuk dapat membaca Al-Qur’an dengan tajwid secara benar.
Seusai belajar pada Ramli, 5 tahun lamanya, beliau melanjutkan pendidikan ke Makkah Al-Mukarramah selama ± 9 tahun, yakni pada tahun 1912 sampai dengan 1921. dan menuntut ilmu agama pada beberapa orang ulama, baik fiqih, tafsir, tasawwuf dan ilmu – ilmu agama yang lain. Keberangkatan beliau ke tanah suci Makkah juga bersama ibu angkatnya (Inaq Rajab – istri H. Abdullah) sampai ibu angkatnya meninggal dunia di Makkah pada bulan haji. Selama menuntut ilmu di Makkah beliau banyak belajar kepada sejumlah ulama terkemuka, diantaranya adalah:
Syeich Said al-Yamani
Syeich Hasan bin Syeich Said al-Yamani
Syeich Alawi Maliki al-Makki
Syeich Hamdan al-Maghrabi
Syeich Abdusstar Hindi
Syeich Said al-Hadrawi Makki
Syeich Muhammad Arsyad
Syeich Shaleh Bafadhol
Syeich Ali Umairah al-Fayumi al-Mishra
Selain kepada ulama-ulama diatas, beliau juga belajar kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di tanah suci, antara lain :
T.G.H. Umar (Sumbawa)
T.G.H. Muhammad Irsyad (Sumbawa)
T.G.H. Haji Utsman (Serawak)
KH. Muchtar (Bogor)
KH. Misbah (Banten)
T.G.H. Abdul Ghani (Jemberana-Bali)
T.G.H. Abdurrahman (Jemberana-Bali)
T.G.H. Utsman (Pontianak)
T.G.H. Umar (Kelayu-Lombok)
T.G.H. Abdul Hamid (Pagutan-Lombok)
T.G.H.Asy’ari (Sekarbela-Lombok)
T.G.H. Yahya (Jerowaru-Lombok)
Kemudian karena terjadinya pemberontakan keluarga Abdul Aziz bin Sa’ud terhadap Syarif Husain sehingga tidak memungkinkan beliau hidup dengan tenang, maka beliaupun pulang ke Indonesia. Sekembalinya dari tanah suci Makkah beliau langsung terjun ke tengah-tengah masyarakat dengan gerakan dakwah islamiyah melalui pendidikan agama. Kiprah T.G.H.M. Shaleh Hambali di dunia pendidikan berasal dari usaha dan upaya dalam merintis dan mendirikan sebuah lembaga pondok pesantren yang diberi nama Yayasan Perguruan Darul Qur’an di Desa Bengkel, dimana beliau yang menjadi Pembina atau pengasuh semenjak 1921 sampai akhir hayatnya pada tahun 1968. mereka yang belajar (nyantri) tidak saja berasal dari Lombok (NTB) tetapi juga dari Bali. Di tanah suci Makkah, beliau sempat juga mengajar dan muridnya yang di Makkah ini sebagiannya ada yang kembali ke Indonesia dan belajar kembali kepada beliau, misalnya yang berasal dari Bali. Mula-mula yang diajarkan adalah Al-Qur’an dan kitab-kitab agama yang berhaluan Ahlussunnah Wal-Jama’ah, baik yang berbahasa arab maupun yang berbahasa melayu.
Kitab-kitab tasawuf yang banyak dipelajari oleh beliau pada guru-gurunya adalah kitab-kitab yang ditulis oleh Imam Ghazali seperti ; Minhaj al-Abidin, Bidayat al-Hidayat, dan Ihya’ Ulumuddin, ditambah lagi denga kitab Kifayat al-Atqiya’, karangan Sayyid Abu Bakar Bin Muhammad Syata al-Dimyathi yang merupakan komentar dari Kifayat al-Atqiya’ ila Thariq al-Awliya’ karya Zain al-din al – Malibary, kemudian kitab Hidayat al-Salikin dan syair al-Salikin karya Syeich Abdul al-SHAMAD al-Falimbani yang memakai bahasa melayu.
Maka wajarlah kalau karya-karya beliau bahkan dalam hidup kesehariannya, beliau diwarnai oleh hidup sufi baik ilmu maupun amal. Melihat betapa banyak guru beliau dalam berbagai disiplin ilmu keislaman tersebut, tidak heranlah jika beliau menjadi orang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan, bahkan beliau berupaya mengajarkan kepada para muridnya, yang pada gilirannya dapat menghantarkan beliau sebagai seorang ulama besar di pulau Lombok.
C. Karya-Karya T.G.H.M. Shaleh Hambali
Semasa hidupnya T.G.H.M. Shaleh Hambali tergolong ulama yang kreatif dan produktif menulis banyak belajar sendiri, menulis, menerjemahkan kitab – kitab yang berbahasa arab kedalam bahasa melayu agar mudah difahami dan diamalkan oleh kaum muslimin yang kebanyakan mereka tidak mengerti bahasa arab khususnya kalangan menengah ke bawah yang sampai saat ini menjadi refrensi masyarakat Desa Bengkel dan sekitarnya.
Tulisan-tulisan beliau sekitar sebelas buah dalam berbagai disiplin ilmu agama ; fiqih, tauhid, tasawuf, hadits, dan do’a-do’a atau wirid-wirid. Bahkan ada do’a yang ditulis oleh beliau dirumah sakit ketika opname menjelang wafatnya. Ketika itu beliau meminta kepada salah seorang anggota keluarga untuk mengambil ballpoint dan sebuah buku tulis. Setelah diantarkan lalu beliau menulis do’a.
Beberapa kitab karya beliau yang dapat diketemukan antara lain ;
Ta’lim al-Shibyan Bi Ghayat al-Bayan ; berisi tauhid, fiqih, dan tasawuf, yang ditulis tahun 1354 Hijriyah, dicetak di Surabaya
Bintang Perniagaan (fiqih), ditulis tahun 1376 Hijriyah, dicetak di Surabaya
Cempaka Mulia Perhiasan Manusia, tulisan tangan, tanpa jelas tahun penulisannya, mengenai akhlaq (tasawuf) yang bersumber dari kitab Bidayat al-Hidayah, karya Imam Ghazali.
Wasiat al-Musthafa, terjemahan dari Wasiat al-Musthafa Rasulullah kepada Sayyidina Ali, tulisan tangan
Mawa’idh al-Shalihiyah, kitab hadits, terjemah dari kitab Mawaidh al-Usfuriyah Fi al-Ahadits al-Nabawiyah, karya Imam al-Ushfury, ditulis tahun 1364 Hijriyah, diterbitkan di Surabaya
Intan Berlian Perhiasan Laki Perempuan, berisi fiqih keluarga, ditulis tahun 1371 Hijriyah, diterbitkan di Surabaya.
Manzalul al-Amrad, tentang puasa
Hidayat al-Athfal, tentang tajwid terjemahan, atau nasehat untuk anak-anak
Al-Lu’lu’ al-mantsur, tentang hadits.
D. Kiprah dan Pengabdiannya di Tengah Ummat
Tuan Guru Haji Muhammad Shaleh Hambali adalah termasuk ulama kharismatik dan ahli ibadah, sesuai dengan keahlian yang beliau miliki yakni ahli dalam kitab-kitab klasik, yang lebih menekankan pada kitab-kitab yang berhaluan ahlussunnah wal-jama’ah, baik yang berbahasa arab maupun melayu (Indonesia), bekal yang beliau miliki ketika masih remaja dalam menuntut ilmu di Makkah al-Mukarramah, sangat mendukung serta menunjang keberhasilannya.
Bagi kaum Nahdliyyin, T.G.H.M. Shaleh Hambali sangat akrab di telinga mereka, beliau dikenal sebagai ulama yang bersahaja dan masih memiliki energi dan stamina intelektual yang prima. Bahkan boleh dikatakan beliau adalah ulama ahli ibadah yang sangat teguh pendiriannya terutama pada masalah fiqih yakni pada mazhab Syafi’i.
Dijajaran kepengurusan Nahdlatul Ulama (NU) beliau pernah tercatat sebagai Rois Suriyah Nahdlatul Ulama (NU) Nusa Tenggara Barat, sejak NU menjadi Partai Politik tahun 1952 sampai beliau wafat tahun 1968. Ini menunjukkan bahwa beliau memiliki kelebihan-kelebihan yang jarang dijumpai pada ulama lain yang sezaman dengan beliau khususnya di Nusa Tenggara Barat. Kehidupan beliau benar – benar sarat dengan berbagai aktivitas sosial keagamaan, bahkan juga politik. Yang menarik kesemuanya itu dilaluinya dengan sukses.
Menurut salah seorang putrinya Ustz. Hj. Fatimatuzzahrah, menuturkan sebagai berikut :
“Dirumah ini dan majelis ini, dahulu penuh dengan kegiatan-kegiatan, baik sosial kemasyarakatan seperti penyantunan anak yatim piatu yang tidak kurang dari 100 orang anak, orang-orang jompo, dan orang-orang miskin, baik yang berasal dari desa Bengkel maupun luarnya, yang diberi makan tiap hari, bahkan tamu-tamu penting, wali murid antri-santri dan jama’ah hampir setiap hari datang mengaji, berziarah dan berkonsultasi kepada datok baik mengenai agama maupun lainya. Kesemuanya dilayani oleh beliau dengan baik, sehingga tungku pun jarang padam, karena menghormati tamu-tamu tersebut. Diantara tamu-tamu penting yang pernah berkunjung ke rumah beliau dapat disebutkan ;
Presiden RI Pertama, Ir. Soekarno
Menteri Agama, KH. Saifudin Zuhri
Menteri Koordinator Keamanan, Jenderal AH. Nasution
Rois ‘Am PBNU, KH. Wahab Hasbullah
Ketua Umum NU, KH. Idham Khalid
Ketua PBNU, H. Subhan ZE
KH. Ma’shum, ayah KH. Ali Ma’shum
KH. Hamid Wijaya, Ketua Anshor
KH. Yusuf Hasyim, Putra KH. Hasyim Asy’ari
Tokoh NU KH. Anwar Musaddat
Gubernur Pertama NTB, R. Aria Ruslan Cakraningrat.
E. Kepergian dan Wasiat T.G.H.M. Shaleh Hambali
Tidak banyak orang mengira, ketika ummat sangat mengharapkan sentuhan sepiritualnya, beliau malah meninggalkan ummat untuk selama-lamanya.
Hampir semua orang terkejut dan hampir tak percaya dengan kepergian beliau, namun menusia hanya berusaha sedang Allah lah penentu segalanya.
T.G.H.M. Shaleh Hambali wafat pada hari Sabtu tanggal 15 Jumadil Akhir bertepatan dengan tanggal 7 September 1968 pada pukul 07.00 WITA.
Sebelum wafat beliau sempat berwasiat kepada keluarga dan segenap santrinya, wasiat itu berbunyi :
Peliharalah Persatuan dan Kesatuan Diantara Sesamamu
Belajarlah Pada Guru Yang Beraliran Ahlussunnah Wal – Jama’ah
Peliharalah Yayasan Perguruan Darul Qur’an dan Usahakanlah Agar Berkembang.
T.G.H.M. Shaleh Hambali tak pernah “Pergi”, karena ilmu dan amalnya terus mengalir dilestarikan oleh para generasi berikutnya
(disampaikan pada POSBA MA.Darul Qur’an TP. 2009/2010)