Ads
HeadlineIqro'Politik

Wajah Kontestasi Politik Lokal

Selama satu kelompok terus berusaha mendominasi, menguasai serta mengkapitalisasi ruang-ruang publik, selama itu pula kelompok yang lain akan memberikan perlawanan sengit, terbuka ataupun tertutup.

Yusuf Tantowi*

Kontestasi politik sering kali tampil dalam berbagai wajah dan bentuk. Bisa ceria, senang, marah, sedih atau biasa-biasa saja. Wajah aktor dan pemain pendukung pada sebuah kontestasi bisa dilihat pada cara mereka merespon isu yang berkembang.

Ada yang merespon secara verbal ada yang non verbal. Melakukan tindakan lalu mempublikasi dan menyebarkan informasi. Ada juga bergerak tanpa publisitas lalu tiba-tiba mereka keluar sebagai pengendali permainan atau pemenang.

Ada yang merasa tidak cukup dengan membuat pernyataan sikap, melakukan loby tapi juga melakukan pengerahan massa. Semakin merasa kuat dan berkuasa satu kelompok, kecendrungan melakukan pendekatan terakhir itu akan sering dilakukan. Sudah lumrah itu sebagai bentuk tekanan, presur untuk menunjukkan kekuatan (eksistensi) selaku pemegang suara mayoritas diantara minoritas.

Ada pun alasan dan motivasi melakukan itu bukan kebenaran hakiki dan tunggal yang tidak bisa diperdebatkan. Tafsir kitab suci saja para ahli tafsir bisa beda pandangan apa lagi wacana-wacana publik yang bisa berubah-ubah berdasarkan arus dominan wacana publik.

Kita akan lihat apakah wajah kontestasi politik ditingkat lokal terlihat ceria, tenang, marah atau keras. Apakah para aktor, pemain pendukung dan supporter bisa menampilkan sebuah kontestasi yang cerdas, elegan atau akhir cerita yang keras – kita lihat beberapa waktu kedepan.

Kontestasi itu tidak selalu dalam bentuk perebutan posisi politik, jabatan atau sumber-sumber logistik. Bisa juga dalam bentuk penguasaan wacana, simbol dan kuasa untuk mendapatkan pengakuan serta penghargaan kepada publik. Dan publik mulai kritis dan berani melakukan perlawanan dengan berbagai cara dan bentuk terhadap penguasaan ruang-ruang publik (publik space) oleh kelompok tertentu.

Selama satu kelompok terus berusaha mendominasi, menguasai serta mengkapitalisasi ruang-ruang publik – selama itu juga akan mendapatkan perlawanan baik secara terbuka atau tertutup. Untuk itu – disitulah pentingnya memahami makna kewargaan secara setara (egaliter) bukan semata arti kewargaan dengan kacamata kekuasaan.

Apakah kontestasi itu akan menyuguhkan akhir permainan yang menggembirakan bagi semua atau sebaliknya ? Disitulah akan terlihat kebijaksanaan para pemain yang lebih mementingkan kepentingan publik atau kepentingan kelompoknya. Apakah pemain-pemain yang berkuasa bisa mengayomi atau sebaliknya mendominasi bahkan mendiskriminasi ?

Ah, sekarang untuk memahami pandangan dan sikap orang terhadap satu isu, wacana dan kebijakan cukup dengan melihat kode emotion apa yang ditekan dimedia sosialnya. Apakah suka, senang, marah, sedih dan lain-lain. Saya tidak tahu apakah sudah muncul survei publik yang menggunakan data emotion untuk melihat sikap publik terhadap satu isu.[]

*Penulis adalah Koordinator Mitra Bersama

Adsvertise
Selengkapnya

One Comment

  1. Ping-balik: 1prolixity

Tinggalkan Balasan

Cek juga
Close
Back to top button