YUSUF TANTOWI*
Sudah beberapa kali diminta sharing dan diskusi tentang penguatan gerakan literasi dengan sahabat-sahabat muda NU Lombok Tengah (Loteng). Saya menyebutnya gerakan karena kegiatan-kegiatan tersebut terus berlangsung, bergerak dengan format, pola dan bentuk yang berbeda-beda.
Kadang dalam bentuk seminar, diskusi, pelatihan atau sharing dengan isu-isu tertentu. Tentu dalam kesempatan-kesempatan itu kerap dibahas, diperbincangkan bahkan terjadi debat kondisi dan tantangan yang dihadapi kader-kader muda serta warga NU yang dihadapi di Loteng.
Geliat literasi melalui forum-forum diskusi, seminar dan pelatihan-pelatihan itu menurut saya bagian dari cara merespon perkembangan yang terjadi saat ini. Dan kantor Pengurus Cabang (PC) NU Loteng yang terletak dipusat kota Praya, sebagai salah satu stasiun pertemuan, titek perjumpaan kader-kader muda NU untuk bertemu untuk membincangkan banyak hal, merumuskan agenda-agenda strategis kedepan.
Saya membayangkan kantor PC NU itu sebagai ‘aula NU’ milik PW NU NTB yang berada dijalan pendidikan Mataram – pusat pertemuannya kader-kader muda NU dari berbagai kabupaten/kota di NTB. Dari aula NU NTB itu pernah berkembang ideom, “Belum sah jadi kader muda NU kalau tidak pernah meminum air keran kantor aula NU”.
Ideom itu menunjukkan dekatnya, intimnya hubungan anak-anak muda NU dengan bangunan yang namanya aula NU itu. Sekarang aula NU jadi pusat aktivitas Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB yang mimpikan sebagai kampus peradaban.
Elemen atau kelompok yang menggeliatkan literasi itu dilakukan oleh sahabat-sahabat Lembaga Ta’lif wan Nasher (LTN) NU Lombok Tengah baik yang berlangsung dikantor PCNU maupun dipondok/madrasah yang dimiliki.
Secara materil atau politis, bergerak diranah ini sebenarnya tidak terlalu menguntungkan. Tidak menjanjikan imbalan ekonomis atau posisi politik tapi bagian dari upaya untuk mempersiapkan sumber daya manusia untuk menghadapi perubahan landscap sosial politik dan ekonomi yang terus berubah (distrups).
Tantagannya menurut saya bagaimana LTN NU yang bergerak dalam konteks publikasi dan penerbitan membuat agenda-agenda kolaborasi dengan lembaga-lembaga lain dibawah dan luar PC NU untuk memperdayakan warga NU. PC NU sebagai induk juga harus mendukung (mensupport) untuk mewujudkan ide-ide dan gagasan trategis dari setiap lembaga dan banom.
Bukan kah jumlah, kekuatan dan potensi warga NU di Lombok Tengah sangat besar. Tinggal bagaimana mengelola dan menggerakkan kekuatan SDM itu secara konseptual dan terus menerus. Apa lagi kader, tokoh dan pengurus NU Loteng saat ini dipercaya memegang jabatan-jabatan strategis dipemerintahan oleh masyarakat.
Dan peningkatan kapasitas menulis yang mudah dan menyenangkan salah satu upaya untuk menggerakkan rantai-rantai kaderisasi literasi. Satu sisi perlu dirumuskan membuat konten-konten tulisan, foto, poster, grafik dan video (film) tentang NU lalu bagaimana strategi distribusi karya-karya kreatif itu sehingga bisa menjangkau pembaca secara luas.
Penting juga mempersiapkan kader-kader muda bisa menjadi komunikator pada publik menyebarkan kepentingan/aspirasi warga NU. Mereka lah yang akan menarek follower sehingga amaliyah, haraqoh NU dipahami secara luas oleh berbagai elemen masyarakat dari tingkat lokal sampai internasional.
Kader-kader muda ini menyadari, publik kerap salah tangkap, salah respon terhadap pesan atau gerakan yang dilakukan oleh NU. Lembaga, tokoh dan banom NU kerap jadi sasaran cemoohan (bullying) yang dilakukan oleh kelompok-kelompok diluar NU yang merasa agenda-agenda terancam oleh NU. Kelompok-kelompok itu kerap hilang adab terhadap NU.
Apakah kegiatan Madrasah Literasi Digital NU1 (MARIDINU1) bagian dari upaya strategis untuk menggerakkan peradaban literasi di Loteng? Bagaimana respon kader-kader muda NU NTB menjelang satu abad NU pada tahun 2026 yang akan datang? Saya kira teman-teman yang bisa menjawabnya.[]
*Penulis dan Peneliti Solidaritas Masyarakat Transparansi (SOMASI) NTB