HeadlineNasionalSosialTokoh

Yenny Wahid: Isu PKI Digulirkan untuk Konsolidasi Politik

QOLAMA.COM | Tragedi Gerakan 30 September (G30S) telah berlalu setengah abad lebih, tetapi isu PKI yang mengiringinya masih terus dibangkitkan saban tahun. Banyak fakta yang masih misteri seputar peristiwa itu, penyelesaiannya-pun berjalan di tempat.

Karenanya, sebuah wadah yang menghimpun beberapa organ penerus perjuangan Gus Dur bernama Konsorsium Kader Gus Dur (KKGD) menggelar webinar bertajuk “Tragedi G30S dan Rekonsiliasi ala Gus Dur” pada Rabu (7/10).

Webinar ini dihadiri ratusan peserta dengan Keynote Speaker Yenny Wahid, Ketua Umum KKGD yang juga putri ke-2 Gus Dur. Beberapa pembicara yang dihadirkan antara lain adalah mantan Menristek Era Presiden Abdurrahman Wahid, Prof AS Hikam Asisten Pribadi yang selalu bersama Gusdur yakni Zastro al-Ngatawi.

Dalam sambutannya, Yenny Wahid menyampaikan, banyak orang takut secara berlebihan terhadap Komunisme, padahal mereka tidak memahami komunisme sesungguhnya.

Komunisme kata Yenny tidak statis, tetapi sangat dinamis. Stigma bahwa komunisme anti agama penting dipandang ulang sebab beberapa negara yang dulu paling depan berfaham komunisme seperti Rusia dan Cina saat ini justru berkembang menjadi negara berpenduduk mayoritas kaum beragama. Rusia dengan mayoritas  Kristen Ortodoks bahkan Cina diprediksi bakal menjadi negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia tahun 2050.

Yenny menambahkan Komunisme sesungguhnya telah bangkrut karena gagal memahami karakteristik dasar manusia dengan hasrat dan ambisinya. Di Indonesia sendiri, PKI telah menjadi bagian dari sejarah masa lalu yang tidak mungkin bangkit lagi. Isu PKI menurutnya digulirkan untuk konsolidasi politik. Sebagaimana dulu, isu PKI pernah menjatuhkan Soekarno dan menaikkan Soeharto menjadi presiden.

Dalam closing statemen-nya, Yenny menyampaikan bahwa kita semua adalah korban peristiwa masa lalu itu, bangsa ini adalah korban. Kita harus menempuh jalan rekonsiliasi yang sudah digagas oleh para kiai dan diperjuangkan secara gigih oleh Gus Dur.

“Bangsa kita masih mudah terprovokasi, baik dengan isu revolusi politik maupun isu agama. Pembantaian seperti pernah terjadi di masa lalu, masih mungkin terjadi lagi. Ini yang harus kita antisipasi bersama”, pungkasnya.[]

Adsvertise
Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button