Akbar Sarosa (26), guru Pendidikan Agama Islam di SMKN 1 Taliwang, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, menjadi sorotan setelah dilaporkan wali murid karena memberi hukuman fisik.
Video Akbar Sarosa pun viral setelah temannya merekam sang guru dan meminta dukungan dari para warganet.
Kini, Akbar Sarosa harus berhadapan dengan hukum karena orang tua siswa yang ia hukum tidak terima anaknya mendapatkan perlakuan demikian.
Akbar didakwa dengan pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Lantas bagaimana kronologi kejadiannya?
Kronologi Versi Akbar Sarosa
Awalnya, pada Selasa (26/9/2023), salah satu gerbang sekolah dibongkar karena kedatangan mesin buku yang tidak masuk ke halaman.
Menurut Akbar, kala itu ada beberapa siswa yang duduk nongkrong di samping gerbang.
Ada pula beberapa anak yang pulang tanpa izin atau membolos.
“Saya bertanya pada siswa di situ, siapa yang kabur (bolos) itu? Tapi mereka tidak mau menjawab. Lalu saya minta anak-anak itu untuk jangan pulang dulu, sampai bel pulang berbunyi,” kata Akbar, dikutip dari Kompas.com.
Akbar mempertanayakn mengenai siswa yang kabur dan membolos, tetapi siswa yang ada di tempat enggan menjawab.
Ia pun meminta para siswanya untuk tidak pulang terlebih dulu hingga bel pulang berbunyi.
Tak lama, azan zuhur berkumandang. Akbar pun mengajak siswa tadi untuk sembahyang di musala. Tetapi, menurut Akbar, tidak ada yang mengikuti ajakannya karena para siswa hanya diam dan lanjut mengobrol.
Teguran dan Tindakan Fisik
Akbar pun mengajak para siswa untuk sembahyang selama tiga kali, dan selama itu pula ia mendapatkan penolakan.
“Anak yang tidak mau ini, salah satunya korban. Korban kemudian menatap saya dengan tajam,” ujar Akbar.
Setelah itu, Akbar pun mengambil tindakan untuk mendisiplinkan para muridnya.
Iapun mengambil sebilah bambu untuk menakuti siswa agar segera melaksanakan salat.
“Hingga mereka berdiri. Bambu mengenai tas tas ransel korban,” akunya.
Tetapi, kata Akbar, teguran itu tidak mempengaruhi para siswa yang masih diam.
Kemudian, Akbar pun mengaku mencolek para siswa dengan tangan. Lantas, hal itu membuat A (korban) memberikan tatapan tajam terhadap Akbar.
“Saya lalu colek bagian lengan dan pundak A dengan tangan, seperti cubit sedikit. Dua sampai 3 kali saya colek gitu,” ujarnya
Tetapi, kata Akbar, teguran itu tidak mempengaruhi para siswa yang masih diam.
Kemudian, Akbar pun mengaku mencolek para siswa dengan tangan. Lantas, hal itu membuat A (korban) memberikan tatapan tajam terhadap Akbar.
“Saya lalu colek bagian lengan dan pundak A dengan tangan, seperti cubit sedikit. Dua sampai 3 kali saya colek gitu,” ujarnya.
Akhirnya, para siswa pun segera menuju musala untuk menunaikan salat.
Setelah selesai salat, Akbar terpikir untuk mengecek keadaan anak-anak yang ia tegur.
“Saya lalu tanya di mana siswa yang terkena pukul tadi? Temannya bilang sudah pulang.”
Akbar mengaku, sempat bertanya apakah ada siswa yang terluka. Siswa menjawab tidak ada.
“Tapi saya sampaikan salam permohonan maaf termasuk ke A lewat temannya. Saat itu siswa pulang sekolah pada pukul 14.15 Wita,” imbuh dia.
Orang Tua Tidak Terima
Setelah pulang, Akbar mendapatkan telepon dari kepala sekolah yang memberi kabar bahwa ayah A datang ke sekolah.
“Saya sudah minta maaf kepada orangtua siswa. Bahkan mediasi dilakukan oleh pihak sekolah sampai tiga kali,” sebutnya.
Akbar juga pergi ke rumah orang tua A untuk meminta maaf tapi tak kunjung dimaafkan.
Hingga Akbar meminta bantuan kepada pihak keluarga dan kerabat terdekat A untuk meminta maaf, tapi dia mengaku dimintai uang Rp50 juta agar proses damai bisa disetujui orang tua korban.
Setelah pulang, Akbar mendapatkan telepon dari kepala sekolah yang memberi kabar bahwa ayah A datang ke sekolah.
“Saya sudah minta maaf kepada orangtua siswa. Bahkan mediasi dilakukan oleh pihak sekolah sampai tiga kali,” sebutnya.
Akbar juga pergi ke rumah orang tua A untuk meminta maaf tapi tak kunjung dimaafkan.
Hingga Akbar meminta bantuan kepada pihak keluarga dan kerabat terdekat A untuk meminta maaf, tapi dia mengaku dimintai uang Rp50 juta agar proses damai bisa disetujui orang tua korban.
“Saya jujur katakan tidak punya uang sampai segitu. Saya masih honorer. Gaji sebulan Rp 800.000. Untuk biaya kebutuhan sehari-hari saja masih pas-pasan. Apalagi harus bayar 50 juta, uang dari mana,” akunya.
Dilaporkan
Keesokan harinya, orang tua A melaporkan Akbar Sarosa atas dugaan pemukulan terhadap anaknya ke Polres Sumbawa Barat.
Proses mediasi telah dilakukan oleh kepolisian, tetapi tidak ada kesepakatan berdamai akhirnya, kasus ini bergulir ke persidangan.
“Saya berharap hakim bisa mengambil keputusan yang adil. Saya berharap bisa restorative justice mendapatkan keadilan sesuai fakta persidangan,” harap Akbar.
Akui Ada Pemukulan
Sementara itu, Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Sumbawa Barat, AA Putu Juniartana Putra menjelaskan, terdakawa telah mengakui adanya pemukulan pada anak didiknya karena tidak mau sembahyang dan melawan gurunya.
“Terdakwa mengakui melakukan pemukulan dengan kepalan tangannya. Dan ada memar di leher siswa dari hasil visum et repertum,” ungkap pria yang akrab disapa Bli Agung itu.
Ketua PN Sumbawa, Karsena mengatakan proses persidangan ini masih berjalan.
“Proses masih berjalan dan sekarang masih tahap tuntutan, tentunya masih ada tuntutan kemudian pembelaan-pembelaan,” kata Karsena.
“Setelah itu masih ada tanggapan lagi dari penuntut umum kemudian ada tanggapan lagi dari terdakwa. Dari tahapan-tahapan itu setelah selesai semua barulah kami putuskan,” lanjutnya.
Dalam putusan tentu majelis hakim akan mempertimbangkan semua antara tuntutan dengan pembelaan dan tanggapan dari Penuntut umum.
“Insya Allah putusan yang terbaik dan sesuai dengan fakta hukumnya nanti akan diberikan majelis hakim,” ujar Karsena.