
SUMBAWA BARAT – QOLAMA.COM | Komunitas masyarakat adat Tartar, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengecam tindakan refresif yang dilakukan Petugas Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Provinsi Nusa Tenggara Barat terhadap masyarakat adat Tartar yang mengelola kawasan hutan.
“Mengecam dan sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan KPH Sejorong dan KHK NTB atas tindakan melakukan pengangkutan plang MK 35 dan mengangkut mesin senso komunitas masyarakat adat Tatar” kata Datu masyarakat adat Tatar, Syafruddin melalui siaran persnya, Kamis 1 Oktober 2020.
Tindakan represif tersebut terjadi pada Selasa 29 September 2020. Dinas LHK NTB pun diminta berhenti melakukan segala bentuk tindakan refresif, termasuk perlakuan diskriminatif terhadap masyarakat adat Tartar.
Dikatakan, konflik pengelolaan kawasan hutan adat antara masyarakat adat Tatar dengan KPH Sejorong Mata Iyang bukan hanya sekarang terjadi, bahkan telah berlangsung semenjak tahun 2007.
Tindakan kekerasan KPH Sejorong kepada masyarakat adat Tartar, bahkan tidak hanya dalam kaitan dengan masalah pengelolaan kawasan hutan, bahkam aktivitas ritual adat, bersih makam leluhur juga tidak luput mendaptkan tindakan tidak menyenangkan dari kehutanan.
Munurutnya, kegiatan berladang maupun kegiatan ritual dijalankan masyarakat adat, murni karena wilayah tersebut memang wilayah masyarakat adat.
“Tanah, hutan yang dikelola sudah ditempati dan dimiliki semenjak turun temurun sampai sekarang. Masyarakat adat Tartar tidak mengenal apa itu kawasan hutan lindung” katanya.
Anggota Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Sumbawa, Jasardi Gunawan menyoroti tindakan kekerasan dilakukan LHK NTB seharusnya tidak perlu terjadi, mengingat sengketa soal pengelolaan kawasan hutan adat sedang dalam penanganan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Tapi dengan tindakan refresif KPH Sejorong dan LHK NTB, justru akan semakin memperparah masalah, mengingat apa yang dilakukan KPH Sejorong dan Gakkum LHK NTB tidak sesuai dengah harapan Gubernur terutama SE tahun 2020 yang dikeluarkan Gubernur NTB.
“Kepada semua pihak terutama Pemprov NTB agar segera mengambil langkah kongkrit untuk mencari jalan keluar dari semua masalah yang terjadi” harap Jasardi
Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19, secara ekonomi masyarakat sudah susah, jangan dibuat sulit lagi dengan tindakan refresif, masyarakat butuh hidup.
Pemda KSB juga harus ambil langkah-langkah kongkrit untuk memberikan perlindungan dan pengakuan masyarakat adat di Sumbawa Barat. Jangan lagi ada lagi perlakuan diakriminasi terhadap masyarakat adat Tartar
Ia meyakini secara UU, kawasan hutan yang ditempati dan dikelola masyarakat adat Tartar sekarang tidak masuk dalam kawasan hutan, kalau masuk masyarakat adat tidak dapat dipidanakan, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 95 yang diajukan Fatu Pekasa Kecamatan Lunyuk KSB selaku pemohom.
“Jadi sudahlah, cukuplah KPH, LHK NTB dan Pemda KSB lakukan tindakan tidak sehat, berilah jalan keluar masyarakat adat yang hanya ingin hidup di wilayah adat warisan leluhurnya sendiri” tutupnya.