MATARAM – QOLAMA.COM | Dalam proses penanganan masalah kesehatan, terutama terkait kasus gizi buruk pada balita seluruh kabupaten dan kota Provinsi Nusa Tenggara Barat diminta bisa dilakukan berbasis desa
“Masalah gizi buruk jadi salah satu permasalahan kesehatan di NTB dan menjadi perhatian serius pemerintah daerah, untuk penanganan gizi buruk harus lebih serius dan dilakukan berbasis desa” kata Wakil Gubernur NTB, Hj. Sitti Rohmi Djalilah di acara workshop konsultasi Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) tingkat provinsi di Hotel Aston Inn Mataram, Senin 26 Oktober 2020.
Kalau semua program dijalankan terintegrasi dengan baik, dan desa terlibat di situ untuk memberikan kontribusinya terhadap program daerah dengan tepat dan memberikan efek luar biasa.
Dengan dukungan lintas sektor, program PGBT diharapkan bisa menekan angka gizi buruk dan stunting di NTB. Salah satu indikator yang harus dilakukan adalah pendataan secara real agar pemerintah dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan permasalahan yang ada.
“Untuk mengetahui bahwa benar-benar suatu daerah itu bermasalah, kan butuh pendataan yang akurat,” terang Rohmi.
Keterlibatan desa lanjutnya, dalam hal pendataan sangat penting karena Pemerintah Desa memiliki data yang akurat dan mengetahui kondisi desanya masing-masing.
Disamping itu, Rohmi juga mewanti-wanti agar program PGBT tidak dilakukan oleh masing-masing instansi atau lembaga lain yang terlibat dalam penanganan gizi buruk, tanpa koordinasi yang baik. Karena hal tersebut dapat mendatangkan hasil yang tidak maksimal sesuai dengan harapan bersama.
“Kita ingin kegiatan ini betul-betul terpadu. Artinya kegiatan satu pihak dengan yang lain nyambung. Jangan sampai pihak satu melakukan kegiatan, pihak lain juga melakukan kegiatan. Judulnya sama-sama gizi buruk tapi tidak nyambung satu sama lain,” paparnya.
Untuk mewujudkan program ini agar terintegrasi dengan baik, Umi Rohmi juga meminta agar program ini melibatkan Posyandu Keluarga, karena dalam Posyandu Keluarga terdapat juga layanan yang berkaitan dengan pencegahan gizi buruk dan stunting.
“Saya berharap program Revitalisasi Posyandu dan Posyandu Keluarga menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dengan apa yang sedang dilakukan pemerintah saat ini,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB dr. Nurhandini Eka Dewi menjelaskan bahwa akan dilakukan penandatanganan komitmen bersama tentang pengelolaan gizi buruk terintegrasi. Sehingga nantinya muncul komitmen yang sama dari semua pihak yang bekerja secara terintegrasi.
“Kita berharap dengan SOP yang seragam dan standarlisasi baik dari sisi peralatan maupun kemapuan kader, kemampuan petugas kesehatan kita berharap bahwa penanganan gizi buruk terintegrasi di NTB bisa berlangsung dengan baik dan pada akhirnya outcome-nya yaitu turunnya angkat stunting di NTB,” ujarnya