AgamaHeadlineIqro'Tokoh

Manusia Melunjak, Tuhan Menyayangi

“Manusia “melunjak” pada Tuhan sehingga lupa jalan turun. Sampai Tuhan menurunkan pamong-prajanya menyekap manusia dalam ketakutan/ketundukan”

Aba Du Wahid – Alam Tara Institute

Manusia hamba yang liar. Cenderung menjauh, berkelit, dan berpetakumpet dari penciptanya. “Sampun dangu kulo ninggalke agami,” begitu suara tembang Jawa – sudah jauh aku meninggalkan agama. Kesadaran jauh dari Tuhan itu sudah ada sejak Nabi Adam. Sang Nabi menjerit, “Rabbanaa dholamnaa anfusanaa… – kami telah mendholimi diri kami sendiri, wahai Rabb.”

Tapi Tuhan amat sayang sama hambanya yang satu ini. Betapa tidak, manusia adalah hamba terbaik. Ahsani taqwiim. Tuhan kasihan kalau hambanya ini terlalu jauh tersesatnya, akan terjerembab pada jurang yang menjadikannya berderajat di bawah binatang.

Maka Tuhan rangkul kembali manusia, melalui tali-temali yang bernama ”iman”. Tuhan tebar “parangga,” yakni jaring-jaring yang memerangkap manusia kembali kepada kasih Tuhan. Tapi perangkap yang ini suci adanya – sacred limbo – yang membuat manusia dipaksa kembali merunduk.

Perangkap itu bernama Rajab-Sya’ban-Ramadhan. Tiga peluang untuk manusia mengalami “peak season,” titik jenuh keduniawian. Sesudah itu mengalami titik balik. Setelah durhaka karena dunia, mereka merengek-rengek kebocahan “Allahumma baarik lanaa fii rajaba wa sya’bana wa balllighnaa ramadhana”.

Rajab itu kemuliaan. Asyharul hurum. Padanya manusia prototipe yang bernama Muhammad menjalani spiritualisasi lebih tinggi. Tiada pergolakan kecuali kontempasi. Setelah pergulatan yang keras dan duka lara yang mendalam, ia diterbangkan Tuhan bertamasya ke taman-taman para Nabi terdahulu. Oleh-olehnya sholat lima waktu buat umatnya.

Syakban adalah jalan setapak dan bercabang. Padanya manusia beriman harus memutuskan menempuh jalan Tuhan atau terus saja tersesat. Semua amalan umat manusia diinspeksi untuk memperoleh data bagi intervensi ilahiyah. Lalu Tuhan sediakan jalan alternatif, agar titik balik manusia menjadi mulus. Kiblat kaum beriman Islam dipindahkan di bulan ini, isyarat mereka harus berubah orientasi hidup dunia dan spiritualnya.

Ramadhan adalah proses pelepuhan dan pembakaran. Kulit dan karatan dunia dikelupaskan agar terlihat sejatinya ciptaan terbaik. Rongga-rongga spiritual dibersihkan dengan puasa agar metabolisme dan relasi ilahiyah-manusia dalam dirinya menghasilkan energi dan cahaya. Cahaya Allah – al-Qurán – turun padanya membelah kegelapan, membentangkan jalan terang bagi manusia. Manusia beriman bukan saja selamat dari kesesataan, tapi juga menjelma emas dan matahari, siap memberi hiasan dan suluh bagi kehidupan.

Setelah itu statistika dan data amal manusia menaik pada Sawwal (melambung). Spiritualisasi manusia akan mencapai kulminasinya. Tetapi… tetapi manusia bisa juga “melunjak” lagi dan berulang-ulang pada Tuhan sehingga lupa jalan turun. Sampai Tuhan perlu menurunkan mahluk tak kasatmata “pamong-prajanya” untuk menyekap kembali manusia dalam ketakutan/ketundukan…”[]

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cek juga
Close
Back to top button