HeadlineSosial

Niken : Kesetaraan dan Perlindungan Terhadap Perempuan Harus Terus Dikampanyekan.

MATARAM – QOLAMA.COM | Momentum peringatan hari Kartini, harus mampu dimaknai dan dijadikan spririt, untuk terus secara bersama memperjuangkan kesetaraan dan perlindungan terhadap kaum perempuan.

“Momentum hari karti harus menjadi spirit bagi masyarakat, terutama kaum perempuan, agar selain kesetaraan gender, perlindungan perempuan dan anak menjadi isu penting yang harus terus disuarakan” kata Ketua TP PKK, Hj Niken Saptarini Widyawati di acara dialog perempuan memperingati hari Kartini di Mataram.

Dikatakan, perempuan adalah partner hidup, bukan subordinat sosial. Pendidikan menjadi jawaban menyiapkan Kartini masa depan yang lebih berdaya, meski harus diakui, budaya patriarki belum hilang di masyarakat.

Tokoh perempuan seperti Wagub NTB, Ketua DPRD dan beberapa perempuan hebat lain berasal dari keluarga yang memberikan kesempatan dan tidak membedakan kesempatan lelaki dan perempuan terutama dalam hal pendidikan.

Perda Pencegahan Perkawinan Anak dan perlindungan perempuan yang mendapatkan penghargaan Menteri PPA dimaksudkan agar kesetaraan peran perempuan dapat terwujud. Perlindungan dalam bentuk hak pendidikan yang sama bagi perempuan dapat menuntaskan banyak persoalan.

“Kasus perkawinan anak merupakan bentuk perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan dan menutup potensi perempuan yang seharusnya berkembang selain masalah kesehatan dan sosial akibat perkawinan anak, mengurangi peran perempuan untuk ikut membangun generasi lebih baik” katanya.

Ketua Forum Alumni HMI Wati, Andayani mengatakan, refleksi perjuangan Kartini dalam hal pendidikan dan keluarga sangat dalam. Membangun wawasan untuk perempuan memahami perannya sebagai ibu, istri, warga masyarakat dan warga negara selalu sangat relevan dan aktual dalam setiap periode generasi.

Bahkan, membaca surat surat Kartini tentang emansipasi perempuan tak berhenti pada politik gender. Dalam sebuah suratnya, Kartini bahkan meminta bagaimana Al Quran bisa dterjemahkan ke dalam bahasa Jawa agar dapat dimengerti dan dipahami oleh perempuan dari sisi agama.

“Ini membuktikan bahwa perjuangan Kartini tidak hanya melawan dominasi lelaki dalam banyak hal pada masa itu bahkan sampai sekarang tapi juga mencoba mengajak perempuan memahami perannya sebagai manusia”, jelas Andayani.

Sebagai manusia yang berperan sentral dalam keluarga, perempuan sebagai ibu dan istri tidak hanya menggugat hak atas penghargaan eksistensi tapi juga mengingatkan dunia bahwa tanpa perempuan yang berpendidikan dan berwawasan baik, peradaban manusia akan rusak karena menempatkan perempuan hanya sebagai pelengkap

Selengkapnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cek juga
Close
Back to top button