
Lombok Tengah – Ketua Majelis Dzikir dan Sholawat (MDS) Rijalul Ansor PW GP Ansor Nusa Tenggara Barat, Ahmad Jumaili, menyatakan bahwa dugaan pelecehan terhadap kiai dan pesantren oleh Trans7 menjadi peringatan keras bagi Nahdlatul Ulama (NU) untuk bangkit dan menguasai ruang media.
“Kasus ini menjadi momentum evaluasi besar bagi NU. Kita tidak boleh hanya jadi penonton. Sudah saatnya NU, Ansor, dan Rijalul Ansor menguasai media, bukan sekadar bereaksi,” ujar Jumaili, Kamis (17/10/2025).
Sentil Dominasi Narasi Anti Pesantren
Jumaili menyebut, selama ini media arus utama banyak dikuasai kelompok yang anti pesantren, anti santri, dan anti Aswaja. Kondisi ini, kata dia, membuat pesantren kerap diframing negatif dan tidak memiliki ruang untuk mengontrol narasi.
“Pesantren terlalu sering hanya jadi objek pemberitaan, bukan sebagai content creator. Inilah kenapa NU harus hadir dan aktif di ruang media,” katanya.
Tak hanya media arus utama, Jumaili juga menyoroti pentingnya penguasaan platform digital seperti YouTube, Instagram, Facebook, dan TikTok. Ia meminta kader NU tidak lagi hanya jadi penonton.
“Kita harus masuk dan kuasai ruang digital. Kader NU, terutama Ansor dan Rijalul Ansor, wajib melek media. Buat narasi sendiri, jangan biarkan ruang itu dikuasai kelompok yang anti pesantren,” tegas Jumaili.
Desak Polisi Tindak Tegas Trans7
Jumaili tak hanya bicara soal strategi media. Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas Trans7. Menurutnya, permintaan maaf saja tidak cukup.
“Permintaan maaf saja tidak cukup. Polisi wajib menindak tegas Trans7. Jangan lempar tanggung jawab ke production house. Ini menyangkut martabat kiai, pesantren, dan tradisi Aswaja,” tegas Jumaili.
Ia juga mengingatkan agar media tidak memberi ruang kepada kelompok ekstremis. Menurutnya, pemberian panggung pada narasi ekstrem sangat berbahaya bagi keberagaman bangsa.
“Media harus jadi penjaga keberagaman, bukan malah memberi panggung bagi kelompok intoleran dan ingin memecah belah. Kalau media ikut menyebarkan narasi ekstrem, itu melukai persatuan bangsa,” ujarnya.
Aswaja & Islam Nusantara
Jumaili menegaskan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) sejalan dengan Islam Nusantara yang moderat, toleran, dan damai. Ia menyebut pelecehan terhadap pesantren sama saja dengan merendahkan salah satu pilar peradaban Islam Indonesia.
“Ini saatnya NU bangkit di ruang media. Kita harus jadi subjek, bukan korban pemberitaan,” pungkas Jumaili.