HeadlineTak Berkategori

Dua Tahun Tanpa Fairuz Zabadi: Para Sahabat Berkumpul, Gagas “Abu Macel Award” untuk Merawat Warisan Pemikiran

Abu Macel Award” akan diselenggarakan sebagai sebuah bentuk penghargaan yang diberikan kepada tokoh atau komunitas yang memiliki semangat pengabdian, keberanian berpikir, dan jejaring lintas batas seperti yang dicontohkan almarhum.

Mataram — Dua tahun sudah Fairuz Zabadi—lebih dikenal dengan sapaan akrab Abu Macel—berpulang. Namun, jejak pemikiran, jaringan pergaulan, dan karya-karyanya masih terus hidup dalam ingatan banyak orang di Nusa Tenggara Barat. Pada Ahad, 30 November 2025, jaringan Gusdurian NTB menggelar pertemuan daring melalui Zoom Meeting untuk mengenang sosok yang selama hidupnya menjadi penggerak di banyak lini: komunitas, media, advokasi kebudayaan, hingga kerja-kerja sosial lintas kelompok.

Pertemuan berlangsung hangat dan penuh kesaksian personal yang mengalir dari para sahabat, murid, dan kolega almarhum. Hadir dalam forum tersebut sejumlah tokoh, termasuk HL. Gita Ariadi, Dedy Mujaddid Muhas, H. Baidowi, Ahmad Jumaili, serta puluhan peserta lain yang pernah bekerja, belajar, atau sekadar pernah disentuh oleh pemikiran almarhum.

Sosok yang Mempengaruhi Kepemimpinan Orang-Orang di Sekitarnya

Dalam sambutan pembuka, HL. Gita Ariadi—salah satu pejabat senior pemerintah daerah NTB—menyampaikan bahwa hubungan kedekatannya dengan Fairuz Zabadi tidak hanya sebatas profesional. Bagi Gita, almarhum adalah sosok yang mempengaruhi cara ia memahami kepemimpinan.

“Abu Macel adalah salah seorang yang membentuk saya secara personal dan mempengaruhi perjalanan kepemimpinan saya,” ujar Gita.

Ia bahkan secara tegas menyatakan, “Pemimpin yang sebenarnya itu ya Pak Fairuz—Abu Macel. Ia memimpin tanpa perlu kursi, tanpa perlu panggung, dan itulah yang justru membuatnya dihormati.”

Menurut Gita, Fairuz adalah contoh pemimpin moral yang hadir di belakang layar—menggerakkan, mengarahkan, dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang tanpa pernah meminta pengakuan.

Gagasan yang Tak Pernah Habis

Dari sudut lain, Dedy Mujaddid Muhas, akademisi dan penulis yang lama bersahabat dengan almarhum, mengenang Fairuz sebagai sosok yang gagasannya selalu muncul seakan tanpa jeda.

“Pak Fairus itu seperti sumur yang tidak kering. Di setiap pertemuan, selalu muncul ide baru. Kadang sebelum ide yang satu selesai kita bahas, sudah ada tiga sampai empat ide lain yang ia lemparkan,” kata Dedy.

Bagi Dedy, keberlimpahan ide itu bukan sekadar kreativitas semata, tetapi cermin dari kepekaan sosial almarhum terhadap problem di masyarakat.

Penggerak Lintas Sekat Ideologi dan Organisasi

Sementara itu, Ahmad Jumaili, Koordinator Gusdurian Lombok Tengah, menyampaikan kesannya tentang karakter almarhum sebagai figur yang mampu menjalin hubungan lintas komunitas.

“Pak Fairuz adalah penggerak luar biasa. Ia bergaul melampaui sekat ideologis, lintas budaya, lintas politik. Tidak banyak orang seperti itu,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa banyak komunitas di NTB hari ini berdiri berkat inisiatif ataupun sentuhan tangan almarhum.

“Mulai dari Komunitas Kampung Media NTB, berbagai jejaring literasi, hingga terbentuknya komunitas Gusdurian di seluruh kabupaten/kota di NTB—itu semua adalah bagian dari jejak perjuangannya,” kata Jumaili.

Menurutnya, almarhum bukan hanya memulai, tetapi juga memastikan agar setiap gerakan memiliki rumah, jaringan, dan energi untuk bertahan.

Kebutuhan untuk Merawat Warisan Pemikiran

Sepanjang pertemuan, peserta bergantian menyampaikan kesan, testimoni, dan duka yang hingga kini masih terasa. Namun pertemuan itu juga menjadi ruang refleksi kolektif: bahwa jejak gagasan yang ditinggalkan almarhum begitu banyak dan tersebar, namun belum terdokumentasi secara sistematis.

Dari diskusi yang berkembang, mengemuka kebutuhan untuk membuat ruang pertemuan yang lebih terstruktur—bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk merawat, mengarsipkan, dan melanjutkan warisan pemikiran almarhum.

Para peserta kemudian menyepakati sebuah usulan penting: pembentukan “Abu Macel Award”, sebuah bentuk penghargaan yang diberikan kepada tokoh atau komunitas yang memiliki semangat pengabdian, keberanian berpikir, dan jejaring lintas batas seperti yang dicontohkan almarhum.

Selain itu, forum juga mendorong adanya proyek dokumentasi pemikiran Fairuz Zabadi—mengumpulkan tulisan, rekaman, gagasan, dan arsip yang kini tersebar di banyak tempat.

Mengenang dengan Cara Melanjutkan

Dua tahun setelah kepergian Fairuz Zabadi, para sahabat sepakat bahwa cara terbaik mengenang almarhum bukan sekadar dengan meratap kehilangan, tetapi dengan melanjutkan gagasan dan keberpihakannya.

Di tengah diskusi, muncul satu kesadaran bersama: bahwa sosok seperti Fairuz—yang hidup dengan energi, keberanian intelektual, dan ketulusan—tidak benar-benar pergi. Ia tetap hadir lewat komunitas yang ia bangun, cara berpikir yang ia wariskan, dan semangat kemanusiaan yang terus menjadi inspirasi.

Pertemuan itu ditutup dengan doa dan kesepakatan untuk melangkah ke tahap berikutnya—membentuk panitia, menyusun kriteria, dan menyiapkan seri arsip pemikiran almarhum—agar warisan Abu Macel dapat terus menerangi banyak jalan.[]

Adsvertise
Selengkapnya
Back to top button