
NTB mendunia bukan sekadar membangun batang, tapi menguatkan akar. Pesantren adalah akar itu: selama dijaga, diperkuat, dan diberi peran.
Oleh: Ahmad Jumaili
Ketua Yayasan Ponpes Sirajul Huda Paok Dandak dan Pengurus PW IKA PMII NTB 2025-2030
NTB sedang berada dalam momentum perubahan. Gubernur baru, Dr. Muhammad Iqbal, membawa visi besar: NTB Mendunia. Di saat yang sama, kepengurusan baru Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) NTB dibawah kepemimpinan Akhdiansyah, S. Hi akan dilantik. Dua momentum ini bukan kebetulan biasa. Di antara keduanya ada titik temu penting: pesantren.
IKA PMII NTB lahir dari rahim pesantren dan kampus. Mayoritas kader dan alumninya adalah para santri—baik secara biologis maupun ideologis. Sementara Dr. Iqbal, selain seorang birokrat cemerlang, juga adalah santri tulen. Ia tumbuh dalam tradisi Pesantren Al-Muhajirin yang didirikan kakeknya, TGH. Muhammad Najmuddin Makmun.
Ini bukan hanya soal latar belakang. Jika dilihat lebih dalam, sungguh disini ada peluang kolaborasi yang memiliki fondasi nilai yang kuat: ruh Keislaman dan Keindonesiaan yang menjadi napas gerakan PMII. Nilai yang menolak kemiskinan sebagai takdir, menolak kebodohan sebagai kodrat, dan menjadikan pendidikan sebagai jalan perlawanan yang bermartabat.
Pendidikan Pesantren: Jalan NTB Mendunia, Tanpa Kehilangan Nilai
Hari ini, dunia berubah cepat. Teknologi, informasi, dan pasar global mengubah wajah peradaban. Tapi di tengah percepatan itu, pesantren tetap kokoh berdiri—bukan sebagai benteng yang menutup diri, tapi sebagai mercusuar yang memberi arah moral.
Kolaborasi IKA PMII dan Gubernur Iqbal dapat memulai dari sini: mengangkat pendidikan pesantren menjadi pilar utama dalam strategi NTB mendunia. Bukan sekadar diberi bantuan infrastruktur, tapi dijadikan pusat inovasi sosial dan kultural.
Pesantren hari ini tidak cukup hanya mengajarkan kitab kuning. Ia harus disinergikan dengan penguasaan teknologi, kewirausahaan, literasi global, dan keahlian sosial. Di sinilah pemerintah daerah bersama IKA PMII bisa membangun “Pesantren Masa Depan”: model pesantren terpadu yang menggabungkan ilmu agama, skill abad 21, dan jejaring global.
Pesantren Digital dan Santri Global
Pemerintah Provinsi bisa menggandeng IKA PMII untuk merancang transformasi digital pesantren. Ini bisa dimulai dari penyediaan akses internet unlimited untuk seluruh pesantren terutama Pesantren-pesantren kecil di pelosok NTB, pelatihan litetasi, hingga penguatan kurikulum pesantren dengan teknologi informasi yang relevan—tanpa mencabut nilai-nilai Islam dan kearifan lokal.
Santri tidak boleh terus-menerus menjadi penonton. Mereka juga harus mampu berdaya menjadi subjek perubahan. Saya membayangkan NTB menjadi provinsi pertama yang melahirkan “Santri Global Entrepreneur”—lulusan pesantren yang mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal, membangun bisnis berbasis syariah, bahkan menjadi pemain ekonomi nasional dan global.
IKA PMII punya modal besar untuk mewujudkan itu: jaringan alumninya yang tersebar luas, baik dibirokrasi daerah maupun pusat, kampus-kampus, ormas, bahkan dunia usaha. Tinggal bagaimana jaringan ini diaktifkan kemudian membentuk ekosistem kolaboratif yang bisa dikerjakan bersama-sama dengan pemerintah provinsi NTB.
Pesantren sebagai Pusat Pengentasan Kemiskinan
Salah satu visi Gubernur NTB adalah mengatasi kemiskinan ekstrim. Maka kolaborasi ini bisa menghadirkan pesantren sebagai lokomotif pemberdayaan ekonomi masyarakat. Banyak pesantren di NTB yang telah memiliki kopontren, usaha pertanian, perkebunan, perikanan serta usaha kreatif lain namun masih bergerak sporadis dan kurang sinergi.
Maka Gubernur Iqbal bersama IKA PMII bisa menggagas Pesantren Ekonomi Mandiri: program untuk menjadikan pesantren sebagai pusat pelatihan kewirausahaan berbasis syariah, pelaku ekonomi hijau, dan penghubung antara rakyat miskin dan akses modal produktif.
Konsep NTB mendunia tidak akan berarti bila masih ada ribuan Santri, Ustadz dan keluarganya masih berjuang keluar dari kemiskianan termasuk juga lemahnya akses ke pendidikan. Karena itu, pesantren harus ditempatkan bukan lagi di pinggir kekuasaan tetapi harus menjadi salah satu strategi pembangunan di daerah.
Alhasil, visi besar NTB mendunia tidak berarti menjadikannya NTB berada di menara gading. Justru ia harus semakin membumi—menapak pada nilai-nilai keislaman segaligus juga peka pafa realitas rakyat. Dan pesantren adalah representasi paling otentik dari itu semua.
IKA PMII harus mengambil peran sebagai jembatan strategis. Bukan hanya karena ia punya sumber daya manusia yang kompeten, tapi karena ia punya nilai dan sejarah perjuangan. Dan Gubernur Iqbal, sebagai sesama santri, bisa membuka ruang sinergi yang tak hanya bersifat administratif, tetapi ideologis.
Inilah kolaborasi yang bukan basa-basi. Inilah jihad kebudayaan dan sosial dalam bentuk paling nyata. NTB mendunia bukan hanya membangun batang, tapi juga menguatkan akar. Dan pesantren adalah akar yang tak akan goyah oleh waktu, selama dijaga, diperkuat, dan diberi peran. Wallohu A’lam.