
PRAYA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Tengah bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat menggelar ritual “Sangkep Warige” sebagai forum musyawarah untuk menentukan waktu pelaksanaan tradisi Bau Nyale, sebuah warisan budaya turun-temurun masyarakat Sasak. Ritual ini dilaksanakan di Ballroom Raja Hotel, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, pada Selasa (11/12).
Dalam musyawarah tersebut, para tokoh adat di Gumi Tatas Tuhu Trasna sepakat bahwa pelaksanaan Bau Nyale akan berlangsung pada 18-19 Februari 2025. Keputusan ini didasarkan pada tanda-tanda alam, seperti bunyi tengkere, bintang rewot, penanggalan Sasak, serta tanda-tanda lain yang menjadi acuan dalam menentukan waktu pelaksanaan Bau Nyale.
Acara Sangkep Warige dibuka oleh Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, Lalu Sungkul, dan dihadiri oleh tokoh adat dari empat penjuru mata angin, yakni Kecamatan Pujut, Praya Timur, Praya Barat, dan Praya Barat Daya. Selain itu, hadir pula sejumlah Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Ketua Karang Taruna Kecamatan Pujut, Blok Pujut, dan perwakilan Mandalika Hotel Association (MHA).
Para tokoh adat dari keempat kecamatan memaparkan perhitungan tanggal 10 bulan 10 dalam penanggalan Sasak, yang menjadi dasar penetapan waktu Bau Nyale. Setelah diskusi yang cukup panjang, mereka akhirnya sepakat bahwa Bau Nyale 2025 akan berlangsung pada Selasa dan Rabu, 18-19 Februari 2025.
Kepala Dinas Pariwisata Lombok Tengah, Lalu Sungkul, menjelaskan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada analisis bersama para tokoh adat. Dinas Pariwisata hanya bertugas menjalankan keputusan yang telah disepakati. “Kami hanya mempromosikan apa yang telah diputuskan oleh para tokoh dari empat kecamatan. Rangkaian kegiatan menyambut event ini masih bersifat tentatif, tetapi puncaknya kemungkinan akan diadakan di Pantai Seger,” ujar Lalu Sungkul.
Ia juga menjelaskan bahwa pelaksanaan Sangkep Warige tahun ini dilakukan di hotel karena kondisi cuaca yang tidak mendukung. Sebelumnya, acara ini biasanya digelar di Desa Adat Ende, Desa Sukadana, Kecamatan Pujut. “Hujan yang terjadi membuat lokasi di Ende kurang representatif, sehingga kami memilih hotel sebagai tempat pelaksanaan. Namun, ini tidak mengurangi esensi musyawarah, karena fokusnya hanya pada penentuan tanggal,” tegasnya.